Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh semuanya! Kembali lagi di cerbung ini! Kebanyakan tanda seru (!) mulai aja ya, selamat membaca!
Aku pamit pergi ke kamar. Kalender meja di kamar tergeletak malas, memperlihatkan tanggal merah di angka 15 yang kulingkarkan belum lama ini. Tak terasa, hari kemenangan sudah begitu dekat. Bagaimana kabarnya di sana ya? Sepertinya kami semakin jauh dipisah oleh waktu.
Aku baru saja menyelesaikan satu tulisan dan mempublikasikannya di blog pribadi, saat handphone-ku bergetar tanda pesan penting dari aplikasi pesan instan. Pesan dari grup osis. Aku membacanya sekilas.
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Diberitahukan kepada seluruh pengurus OSIS, agar datang, pada...
Kupikir Minggu ini aku akan menjalaninya dengan tenang di kamar, rupanya harus menghirup sesaknya udara kota. Aku melihat lagi waktu rapat di pemberitahuan itu, pukul 09:00 – selesai. Itu berarti pulangnya aku harus mengarungi aspal ibukota yang bagaikan gurun pasir itu? Tidak di bulan ramadhan. Pikiranku bisa goyah karenanya.
Aku menimbang-nimbang, oase mana yang kiranya bukan fatamorgana. Ingatanku melesat pada kenangan kami berdua. Apa dia bisa? Kebetulan rumahnya pun tak jauh dari lokasi rapat. Kuhubungi dia, tidak menjawab. Aku meninggalkan pesan singkat di aplikasi pesan instan.
“Ambar, besok aku ke rumah kamu ba'da Dzuhur. Bisa gak?” Send.
Aku melihat-lihat social media lain sebentar. Lantas memilih melanjutkan tilawah sembari menunggu balasan Ambar.
Ba'da Dzuhur
“Bisaaa. Ayo main. Akhirnya bisa meet up 😍"
“Ok.” Balasku seadanya.
Sesaat setelah itu, tak lupa aku memberitahu ibu perihal ini. Tak perlu basa-basi, ibu mengangguk setuju. Aku girang bukan main, ini akan menjadi salah satu momen terbaik dalam hidupku.
***
Udara begitu panas saat keluar dari rumah salah satu pengurus OSIS. Jika air disiram ke jalanan mungkin langsung menguap. Aku segera tancap gas menuju rumah Ambar, dia sudah menunggu di sana.
Sepanjang perjalanan, aku memikirkan kisah-kasih kami selama ini. Mulai dari rok merah hingga abu-abu, semua terasa warna-warni. Entah kapan terakhir kami bertemu, aku tak ingat. Yang aku ingat, dulu kami masih lugu, namun kini bermetamorfosa menjadi kupu-kupu.
Aku sampai di rumah Ambar saat adzan terdengar dari masjid dekat rumahnya. Kuucapkan salam diikuti panggilan namanya. Dia keluar dengan tersenyum canggung, aku balas senyum seadanya. Dipikir-pikir, kami tertawa lepas di social media, saat bertemu terasa baru kenal satu atau dua hari. Ambar mempersilakan masuk, aku membuntuti.
“Biar leluasa ngobrolnya, kita sholat dulu yuk, gantian.” Ajaknya.
“Boleh tuh.”
Selesai shalat, kami basa-basi membicarakan anggota keluarga masing-masing. Aku begini dia begitu. Tiap-tiap adiknya bertengkar, aku pun sama. Kecanggungan cepat terusir pergi karenanya. Sedikit-sedikit kusinggung dia perkara nilai rapor.
“Ambar, gimana rapornya?”
“Alhamdulillah sepuluh besar. Kamu?” aku hanya cekikikan mendengar pertanyaan serupa yang ia lempar.
“Wahh, congratulation, Ambar!” Ucapku seraya menyalaminya.
“Aku gak dapet ranking, anak-anak di kelas pinter-pinter, padahal diacak.” Keluhku.
“Seriusan? Lebih banyakin usaha sama do'a, Man. Kita sama-sama berjuang.” Ambar menyemangati penuh arti.
Sepanjang siang, kami mengobrol kesana-kemari. Kantuk yang biasa menggerogotiku di jam-jam seperti ini sirna karenanya. Televisi yang menampilkan acara reality show yang sesekali kami tengok menjadi saksi kelu keseruan di antara kami. Terkadang aku melihat social media Ambar begitu pun sebaliknya sebagai pengusir kebosanan, dari sana juga timbul topik-topik pembicaraan lainnya.
“Man, kamu mau di sini sampai kapan? Emang gak dicariin?” Ambar bertanya di sela-sela obrolan kami.
“Enggak kok, tenang aja, aku udah bilang kalo mau main."
Adzan ashar menjadi pengingat kami bahwa suara kemenangan sebentar lagi akan terdengar. Kami bergegas bergantian sholat, setelahnya menuju ke dapur untuk mempersiapkan bukaan.
Bersama, kami mampu menyelesaikan beberapa panganan sebelum pukul lima. Kami mengobrol lagi di ruang tengah, acara tv kini menunjukkan acara-acara khusus ramadhan. Ambar terdiam sejenak di tempat duduknya, menatap kosong layar handphone.
“Man, kita bakal kayak gini terus 'kan?” Ambar bertanya tiba-tiba.
“Eh? Ya iya lah.” Ujarku.
Semburat jingga terlihat dari balik jendela yang tidak tertutup gorden. Kami sama-sama terdiam, merenung memikirkan momen yang kita abadikan dalam ingatan masing-masing. Tak banyak memang kenangan itu kami abadikan dalam bentuk foto, situasi dan kondisinya tidak pernah pas. Tapi setidaknya, kadang aku menulis kisah kami di blog pribadi.
Aku pamit usai shalat Maghrib.
Sampai di rumah, ibu bilang bahwa besok kita akan ke pergi ke rumah saudara. Dalam hati aku bertanya, rumah siapa gerangan?
Bersambung...
Maaf kalo gak sesuai ekspektasi, lagi buntu, yang punya ide tulisan, share dong. Sekian. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh 😊
WhatsApp: 081282698871
Line/Ig: @firda_abdllh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar