Keluarganya berusaha menenangkan Lina, tapi ia tetap ketakutan dan berbagai rasa khawatir lainnya. Lina mengusir keluarganya untuk meninggalkannya sendirian bahkan guru ngajinya juga ia usir. Tidak ada yang mampu mengusiknya sampai kantuk menyergap.
Dan keajaiban datang di hari kabisat usai sholat Dhuha, Lina kedatangan tamu.
“Assalamu’alaikum.” Sapanya sembari mengetuk pintu.
“Wa’alaikumussalam. Siapa?”
“Ini aku, Dika. Kau ingat?”
Lina tercengang. Pria yang ia idamkan saat SMA kembali hadir di detik-detik akhir hidupnya. Untuk apa? Bahkan, komunikasi sudah sangat jarang. Terakhir, saat Dika bertanya nasib ijazahnya karena mendengar kabar sekolah kami kebanjiran.
Itu sudah hampir setahun yang lalu. Sisanya hanya saling berkomentar di media sosial. Tidak lebih.
“Lina, boleh aku masuk?” tanya Dika.
Lina sampai lupa ada sosok yang menunggu pernyataannya.
“I..iya Dika, masuk aja.” Jawab Lina sedikit malu.
Dika datang membawa sebuah novel tentang ganjil-genap. Tidak penting memang. Apalagi jika melihat situasi saat ini. Tapi penulisnya merupakan salah satu penulis favorit Lina. Lain cerita.
“Aku akan memberikan 720 menit terbaik dalam hidupmu.” Ucapnya.
“Untuk apa? Aku akan meninggal hari ini.” Sergah Lina.
“Tapi bukan sekarang. Ikut aku, kita ke pameran buku, lalu sholat Dzuhur di sana, dan dilanjutkan dengan makan siang. Sembari menunggu ashar, kita akan menikmati es krim. Setelah ashar, kita akan menuju Kota Tua dan menikmati berbagai hiburan di sana. Tidak lupa sholat lagi dan makan malam tentunya. Lantas, kita kembali ke sini. Sambil,... aku bacakan isi buku ini.” Jawab Dika sembari memperlihatkan bukunya.
Lina sedikit menjerit. Jauh sebelum ia terbaring di sini, begitu menggilanya dia untuk bisa mendapatkan buku tersebut. Kali ini ada di depan pandangannya.
Namun, lagi-lagi Lina khawatir tentang amalannya. Dika lagi-lagi menjelaskan, jika ada yang khawatir dengan amalannya, maka ia termasuk orang-orang yang beriman. Maka tenanglah, karena surga untuk orang-orang sepertimu.
“Tapi... Kenapa kamu melakukan ini?” Lina akhirnya melontarkan pertanyaan yang sejak tadi menggelayut di kepalanya.
“Karena aku mencintaimu, Lina.”
#WriteFromHome #Day14
Tidak ada komentar:
Posting Komentar