Cari Karya

Jumat, 17 November 2017

Cermin Realita

Bismillahirrahmanirrahim. Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh. Kali ini, cerpen yang saya bawakan lain dari yang lain, kenapa? Karena beda aja 😅 Just joke guys. Sorry, ok. Selamat membaca, sebarkan virus literasi ke teman kalian juga ya.

“Gaes, besok jangan lupa nonton ya, filmnya mulai jam 09.00, kita ke malnya jam 08.00 aja.”

Begitulah isi pesan singkat dari grup line teman seperkumpulanku. Dengan semangat, aku membalas.

“Ok, siap. Jangan sampe telat ya gengs, sayang kalo ketinggalan filmnya.”

Kuhabiskan sisa malam para jomlo meratapi nasib dengan memutar musik sendu. Beberapa kali aku berpikir tentang monotonnya kehidupan SMA. Kalau dikata orang, SMA itu penuh warna. Tak ada landasan ungkapan itu, kenyataannya aku hanya bergulat dengan pelajaran yang membosankan, film yang tak ada habisnya, bahkan produksi lagu yang tak henti-hentinya. Aku terus merenung hingga mata terpejam semalaman.

***

Mentari tersipu malu saat muncul. Aku berbenah pagi di hari yang dulu kuartikan hari matahari dalam bahasa inggris. Segera ‘ku berangkat dengan ojek online yang sedari lama kupesan. Panas aspal belum menguap ke permukaan. Sengaja kami menonton kala pagi, hingga nanti petang baru selesai mengitari mal baru ini. Inilah minggunya anak SMA, terlepas dari kenyataan bahwa besok hari senin.

Film selesai dengan akhir yang tak kuharapkan. Rasa sesal semakin menggelung ditambah ocehan salah satu temanku yang tak sabar ke toilet.

“Eh ayo, gue kebelet nih. Udah dari adegan berantemnya mulai.” Ungkapnya.

“Ya udah, tapi jalan biasa aja, jangan kayak dikejar setan.” Sungut temanku yang lain.

Aku ikut saja masuk ke toilet. Terdapat cermin besar menggantung di antara bilik-bilik. Kuhampiri cermin itu. Nampak gurat wajah molek bak putri keraton. Terpikir kembali ucapan ibuku “Kamu tuh pantes jadi Miss Indonesia, 3 tahun lagi coba ikutan deh.”

“Tubuhku memang dianugerahi tinggi semampai. Tapi apa itu cukup? ‘Kan harus cerdas, lah gue? Ngerjain trigonometri aja masih nyontek. Apalagi, kalo udah tahap akhir, ‘kan harus punya visi yang jelas kalo nanti kepilih, harus bermanfaat pula bagi kemajuan Indonesia.” Gerutuku.

Sentilan mengenai bermanfaat bagi negara. Aku mulai berkaca. Saat ini sudah banyak anak seusiaku sudah berguna bagi sekitar. Tak jauh-jauh, ada teman yang mendirikan taman bacaan, ada yang buka kursus menjahit, bahkan mengajar TPA. Ilmu mereka benar-benar pantas untuk dibagikan.

Teringatlah aku akan pesan guru TPA dulu. “Untuk apa masa mudamu dihabiskan?” kuingat betul ucapannya. Beliau berkata, itu adalah satu dari 5 hal yang akan ditanya di akhirat kelak. Dinukil dari salah satu hadits sahih katanya.

Apalah aku? Hidup selama ini hanya untuk diri. Jangankan bermanfaat bagi orang, apa aku bisa bermanfaat bagi diri sendiri. Tipikal malas belajar macam aku bagaimana bisa punya ilmu? Bagaimana bisa ilmunya dibagikan?

Baiklah, tekad api. Aku harus buktikan. Aku masih muda. Masih ada waktu untukku berguna. Tak pelik jika nanti ditanya perkara masa muda.

Itu saja. Beda 'kan dari kemarin? 😅 Terima kasih telah singgah di blog saya. Subhanakallahumma wabihamdika asyhadualla illaha illa anta astaghfiruka waatubuilaih. Wassalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh.

4 komentar:

  1. Ceritanya sangat inspiratif sekali kak. Pengen bisa buat cerpen kayak gini juga.

    BalasHapus
  2. "just joke guys" karena bahasa asing, dimiringin juga kali ya kak penulisannya. Selebihnya tulisannya keren 👍

    BalasHapus