Cari Karya

Jumat, 09 Oktober 2020

Sejarah Komunitas Novelis Muda

Saat itu hari tenang di bulan Maret. Membuat komunitas sudah menjadi impianku beberapa bulan lalu. Apalagi, melihat begitu banyaknya sosok-sosok hebat yang menjadi pembicara tidak luput dari titel pendiri komunitas tertentu. Agak sulit mengawali kisah hari itu sebenarnya, namun ini ‘lah kisah perjalananku hingga saat ini.

Aku lupa tanggal berapa, tapi rasanya sangat damai karena semua tugas dari dosen sudah kukerjakan. Pada bulan-bulan itu pula aku asyik meramaikan Instagram dengan beberapa penggalan kalimat bertajuk #QuoteFirdasmanad di instastory. Sempat beberapa kali aku menggamit akun-akun Wattpad untuk menarik atensi. Sampai pada tanggal 15 Maret 2020, salah satu admin akun tersebut membuat grup di Instagram hanya untuk mempromosikan laman Facebook mereka.

Setelah hari itu, grup diisi dengan saling mempromosikan cerita masing-masing. Admin sudah tidak pernah muncul. Beberapa orang berusaha meramaikan grup tersebut. Aku acuh tak acuh karena menyibukkan diri dengan memperbaharui bab-bab ceritaku di Wattpad. Entah kapan, beberapa di antara kami ada yang mengusulkan untuk membuat grup di WhatsApp. Aku yang mendengar usul pun setuju saja. Berhubung, aku juga sudah lama tidak kembali ke dunia oranye. Pasti ada hal-hal yang berbeda dengan wajah baru Wattpad beberapa tahun terakhir. Setidaknya muncul pula relasi yang bisa saling membantu.

Namun, hanya inisiasi tanpa ada aksi. Aku yang gemas melihat hal tersebut, memutuskan untuk membuat grup dan membagikan link ke grup Instagram kami. Seketika banyak teman-teman dari langit oranye memasuki grup tersebut. Seingatku, 20 orang lebih pada hari pembentukkannya, 21 April 2020. Sampai hari ini, satu dua orang silih berganti datang dan pergi dengan kesibukannya masing-masing. Hanya tersisa beberapa teman dekatku saat SMA dan teman baru.

Bagian paling menyedihkan adalah ketika melihat anggota grup lebih seing berkurang daripada bertambah. Aku yakin itu semua keniscayaan, memang seperti itu kehidupan adanya. Hanya orang-orang yang satu frekuensi yang akan bertahan. Sebagai pembuat grup, aku juga tidak pernah memaksa mereka bertahan, sejatinya hal yang dipaksakan pun tidak pernah bertahan lama. Ya mungkin, bisa bertahan beberapa bulan, setelah itu akan lepas jua.

Sekalipun terkesan suram, aku yakin kisah haru ini akan menjadi cerita tersendiri ketika komunitas ini berkembang. Oh iya, pada tanggal 4 Mei 2020, nama “Komunitas Novelis Muda” resmi disetujui oleh seluruh anggota saat itu. Jujur, aku tidak pernah membayangkan akan mengawali cita-citaku sedini itu. Karena aku tahu pasti, tahun-tahun awal sebuah wadah merupakan tahun yang berat. Impian mulia itu pernah kutulis dalam “My Dream List” beberapa hari setelah ospek kampus. Sejak awal nama komunitas itu sudah kutulis seraya bergetar jari jemari dan hatiku. Aku bahkan sudah membayangkan kegiatan-kegiatan interaktif untuk memaksimalkan performa anggota. Manis, begitu pikirku saat itu.

Dan perjalanan tetaplah sebuah perjalanan. Kisah kami belum selesai. Sebagai pendiri komunitas, aku yakin memiliki orang-orang hebat yang siap “belajar” untuk membangun komunitas kecil kami. Anggota yang sedikit bukan tolak ukur kesuksesan komunitas bukan? Menurutku hasil dari anggotanya itu sendiri yang akan menjadi prestasi sebuah komunitas.

Apakah setelah setahun di sana ada perkembangan dari pribadi masing-masing? Tidak harus dalam setahun bisa menerbitkan buku. Lagi-lagi hal tersebut hakikat dari proses. Setiap orang punya prosesnya masing-masing. Aku sendiri baru sanggup menerbitkan novel pertamaku setelah setahun lebih perjuangan dan penantian. Belum lagi jauh sebelum itu aku juga berusaha menambah ilmu dari kelas-kelas menulis daring dan mengikuti lomba-lomba. Hal tersebut juga tidak lepas dari “proses”.

Saat ini kami sedang menyusun konsep dari rekutmen terbuka anggota. Ada banyak hal yang harus dipersiapkan pastinya, ditambah kesibukan masing-masing. Harapanku, konsep yang sedang kami rancang bisa segera terealisasikan di awal 2021. Jangan lupa daftar ya! Oh iya, jika kamu ingin tergabung sebagai pengurus dan bukan anggota bisa hubungi aku ya di @firdasmanad atau @knm_id di Instagram. Sampai jumpa di grup besar KNM dan blog Firdasmanad selanjutnya!!

Senin, 27 Juli 2020

Blurb (Sinopsis) Novel "Abu Mimpi"

Assalamu'alaikum, gaes. Kembali lagi bersama Firdasmanad, blogger abal-abal yang ngepos semaunya kapan aja 🀭. Ok, seperti judulnya, di sini aku mau jelasin isi blurb novel perdanaku! πŸŽ‰

Sebelum masuk ke blurb, kita lihat ini dulu yuk. Jeng jeng jenggg 😁


Open PO Novel "Abu Mimpi"

Yak, apalagi kalo bukan flyer open PO, hehehe. Kuy lah, diorder. Cuma sampai 30 Juli 2020. Awas, nyesel selalu datang di akhir loh. Eits, tapi tenang. Buat kamu yang baru baca info ini bulan Agustus 2020, ditunggu ya, karena aku bakal ngadain open PO kedua!! 🎊. Yang kedua ini jangan sampai lepas lah pokoknya. Karena belum kepikiran buat open PO ketiga nih, hehehe.

Untuk info pemesanan, ada di akhir blog ini ya. Sebelum itu, simak blurb novel "Abu Mimpi", yuk!


Blurb Novel "Abu Mimpi"

Gagal tercipta karena hadirnya mimpi. Bukan mimpi besar layaknya orang-orang mahsyur. Hanya impian umum siswa tingkat akhir SMA sederajat. Lolos PTN. Terkhusus Fatma, melanjutkan pendidikan sesuai potensi diri tanpa membebankan orang tuanya. Hingga kisah kegagalan beruntun itu dimulai.

Pejuang impian. Berisi enam gadis SMA dengan kekonyolannya masing-masing. Apa yang mereka cita-citakan berbeda, tetapi usaha yang menyertai langkah manis mereka sama. Berbagai persiapan kuliah terukir manis dalam bingkai kisah remaja.

Dan laki-laki, tetap turut andil sebagai bumbu cerita. Perkenalkan, Ryan. Siswa kelas XII IPS 1 yang mampu mengoyak hati Fatma. Dengan segala pesona yang entah apa jenisnya, Fatma sering dibuat lupa akan hadirnya Allah.

Nah, gimana nih gaes blurb "Abu Mimpi" enggak kalah kece sama novel-novel yang mejeng di toko buku 'kan? Enggak pake lama, langsung aja order! πŸ€—

Info Pemesanan

Info pemesanan langsung aja DM @firdasmanad di Instagram atau 088808595228 (WhatsApp).

Ok, segitu aja dulu ya untuk blog kali ini. Ditunggu unggahanku selanjutnya πŸ™πŸΌπŸ˜. Wassalamu'alaikum ✨

Jumat, 03 Juli 2020

Cara Membuat SIM C


Halo! Assalamu’alaikum semua. Kembali lagi di blog aku, Karya Firdasmanad! Kali ini aku bukan mau nulis cerpen, kisah islami, atau pengalaman pergi ke pameran buku. Apalagi, di situasi pandemi seperti sekarang yang mana semua pameran buku ganti konsep menjadi pameran buku daring alias online.

Jadi, di sini aku mau cerita tentang pengalamanku “Membuat SIM C”. Kebetulan, banyak juga nih yang penasaran. Gimana sih cara buat SIM C? Oh iya, aku mengikuti prosedur resmi, jadi buat yang berharap cara instan silakan cari di blog lain.

***

Sebelum masuk ke prosesnya, sedikit informasi bahwa aku melakukan rangkaian tahap pembuatan SIM ini di kantor Polres Metro Bekasi Kota dekat RSUD Bekasi pada bulan Juni 2020. Jadi, harap maklum misalkan ada perbedaan di wilayah kamu atau perbedaan peraturan saat kamu membuat SIM. Untuk informasi akurat, silakan kunjungi laman terpercaya atau ke kantor setempat. Karena, semua yang kutulis di sini, hanya berdasarkan pengalamanku di kantor tersebut saat itu.

Pertama yang harus kamu lakukan itu mendaftar. Iya, daftar dong. Daftarnya itu ke situs ini https://antrian.polrestrobekasikota.com/#!/.


Kamu bisa pilih nih mau ikut antrian pagi atau malam. Nah, setelah itu, kamu cukup isi form pendaftarannya. Dan, kamu bisa pilih tanggal kapan kamu mau ke sana. Setelah mendaftar, tampilannya akan seperti ini.


Di kolom kategori kamu pilih pemeriksaan kesehatan SIM baru. 


Pastikan kamu sudah sampai di tempat satu jam sebelum waktu yang ditentukan. Oh iya, jangan lupa untuk mencetak atau print pdf tersebut dan simpan tangkapan layar atau screenshot yang terdapat tampilan QR Code. Jangan lupa pula untuk membawa KTP asli dan fotokopi KTP sebanyak 5-10 buah. 


***

Pada saat hari-H sesampainya di lokasi, kamu langsung pergi ke tempat pemeriksaan kesehatan. Di sana, kamu akan tes buta warna. Sebelum tes, kamu akan diminta berkas berupa pdf pendaftaran, satu fotokopi KTP, dan biaya tes kesehatan (25k). Oh iya, di setiap tahap pendaftaran, kamu akan diminta fotokopi KTP, jadi posisikan fotokopi KTP-mu mudah dijangkau.

Setelah itu, kamu pergi ke lokasi pembuatan SIM utama. Lokasinya sedikit jauh dari tempat pemeriksaan kesehatan. Sebelum masuk ruangan, kamu harus meletakkan KTP asli. Dan kamu akan diberikan semacam kalung ujian seperti saat kita dulu sekolah yang menandakan bahwa kita memang peserta tes SIM.

Lalu, kita akan diarahkan ke tempat pembayaran tes SIM. Pembayarannya berbeda-beda untuk: pembuatan SIM baru, perpanjangan, dan pembuatan SIM A maupun C. Semua berbeda. Biayanya berkisar 100-300k sudah dengan asuransi kecelakaan. Pada saat itu, aku mengantre cukup lama. Mungkin karena pekan pertama atau kedua diberlakukannya new normal.

Lanjut, sesampainya di loket kamu akan diminta membayar sesuai keperluan kamu dan fotokopi KTP. Jika sudah selesai, kamu akan diberi berkas SIM, kartu asuransi kecelakaan, dan kwitansi pembayaran. Berkas SIM itu terdiri dari berbagai kertas yang sudah distreples sejak dari tahap pemeriksaan kesehatan. Di berkas tersebut pula, kamu diminta untuk mengisi formulir.

Untuk mengisi formulir tersebut, dipersilakan untuk mengisi di tempat yang disediakan. Di tempat tersebut pula, ada pulpen yang bisa digunakan. Akan lebih mudah dan cepat jika kamu membawa pulpen sendiri. Panduan pengisian formulir juga dijelaskan di dinding dengan ukuran cukup besar. Kamu bisa mengisi di meja sembari berdiri dengan pulpen gratis atau mengisi di kursi yang disediakan dengan pulpen yang kamu bawa.

Setelah lengkap, kamu masuk ke ruangan lain di tempat tersebut untuk foto close up, tanda tangan, dan penyinkronan data dengan sidik jari. Pada saat itu, aku juga harus mengantre meskipun tidak sepanjang antrean pembayaran. Seperti biasa kamu akan diminta menyerahkan berkas SIM dan akan dikembalikan setelah proses selesai.

Kemudian, kamu harus menyerahkan berkas SIM ke penjaga ruang tes teori tidak jauh dari ruang tersebut. Setelah sesi sebelumnya selesai semua, kamu akan dipanggil beserta rombonganmu untuk melakukan tes teori dengan menggunakan komputer yang disediakan. Kita akan diberi arahan yang menjelaskan teknis pengerjaan soal tersebut.

Teknisnya yakni, soal yang diberikan berjumlah 30 soal dengan pilihan jawaban hanya benar atau salah. Waktu pengerjaan 1 menit per soal dengan soal berbentuk teks, audio, dan visual. Minimal jawaban benar yakni 21 soal. Saat itu, aku benar 22 soal jadi lanjut ke tes praktik. Di dalam ruangan, disediakan headphone untuk mendengar soal audio. Jika sudah selesai, kita bisa langsung keluar untuk lanjut ke tahap tes praktik. Jika belum lolos, harus mengulang tes minggu depan.

Sebelum tes praktik, jangan lupa untuk mengambil kembali berkas SIM dan pergi ke ruang tunggu tes praktik. Di ruang tunggu, kamu pergi ke meja yang ada petugasnya dan menyerahkan berkas SIM. Di sana, kamu harus mengisi beberapa data. Kamu juga akan ditanya motor apa yang akan kamu gunakan dengan pilihan matic atau gigi dan mengisi data di buku yang disediakan.

Saat namamu dipanggil, kamu akan diarahkan untuk ke ruang tes praktik. Alur jalan yang harus dilalui seukuran lapangan voli dengan beberapa model belokan. Peraturan pada saat tes praktik yakni, dilarang menjatuhkan patok dan menurunkan kaki sama sekali. Sedikit informasi alur jalan yang harus dilewati yaitu, jalan lurus, belok kanan, lurus lagi, huruf U, dan angka 8. Setiap patok berjarak sekitar 50 cm±.

Percobaan pertama aku gagal di angka 8 persis di tengah-tengah membentuk angka 8. Karena gagal, aku harus mengulang minggu depan. Seperti peserta lain yang gagal di tahap tes teori atau praktik wajib untuk datang kembali minggu depan pada pukul 8-9 pagi.

***

Seminggu setelahnya aku tes ulang bersama rombongan yang juga pernah gagal. Sebelumnya, aku juga sudah latihan bersama ayahku. Ia memberikan beberapa tips lolos tes praktik SIM C. Pertama, saat belokan tajam, usahakan untuk mengarahkan motor ke ujung garis pembatas antara dua patok. Sehingga, saat membelok akan lebih mudah dan kecil kemungkinan untuk menjatuhkan patok atau menurunkan kaki (ini tuh karena bakal banyak jalan buat gerak gitu loh). Kedua, saat latihan bentuk angka 8 sekecil mungkin di lapangan tanpa menurunkan kaki. Ketiga, lakukan tips kedua berulang-ulang sampai percaya diri. Keempat, lakukan tips pertama saat di tempat tes praktik.

Setelah itu, kamu cukup menunggu SIM jadi di ruang tunggu. Selesai. Semoga beruntung dan semoga pengalamanku ini bermanfaat bagi kamu yang ingin membuat SIM C. Jika masih ada yang ingin ditanyakan silakan bertanya di instagramku @firdasmanad.

Senin, 06 April 2020

720 Menit

28 Februari 2020. Lina masih tidak percaya bahwa besok ia didiagnosis akan meninggal. Beberapa kali yang Lina lakukan hanya sholat sembari menangis tiada henti di ranjang rumah sakit. Bahkan, untuk berhenti melakukan sholat saja rasanya berat sekali. Seakan-akan, jika ia berhenti sholat, maka neraka sudah menanti.

Keluarganya berusaha menenangkan Lina, tapi ia tetap ketakutan dan berbagai rasa khawatir lainnya. Lina mengusir keluarganya untuk meninggalkannya sendirian bahkan guru ngajinya juga ia usir. Tidak ada yang mampu mengusiknya sampai kantuk menyergap.

Dan keajaiban datang di hari kabisat usai sholat Dhuha, Lina kedatangan tamu.

“Assalamu’alaikum.” Sapanya sembari mengetuk pintu.

“Wa’alaikumussalam. Siapa?”

“Ini aku, Dika. Kau ingat?”

Lina tercengang. Pria yang ia idamkan saat SMA kembali hadir di detik-detik akhir hidupnya. Untuk apa? Bahkan, komunikasi sudah sangat jarang. Terakhir, saat Dika bertanya nasib ijazahnya karena mendengar kabar sekolah kami kebanjiran.
Itu sudah hampir setahun yang lalu. Sisanya hanya saling berkomentar di media sosial. Tidak lebih.

“Lina, boleh aku masuk?” tanya Dika.
Lina sampai lupa ada sosok yang menunggu pernyataannya.

“I..iya Dika, masuk aja.” Jawab Lina sedikit malu.

Dika datang membawa sebuah novel tentang ganjil-genap. Tidak penting memang. Apalagi jika melihat situasi saat ini. Tapi penulisnya merupakan salah satu penulis favorit Lina. Lain cerita.

“Aku akan memberikan 720 menit terbaik dalam hidupmu.” Ucapnya.

“Untuk apa? Aku akan meninggal hari ini.” Sergah Lina.

“Tapi bukan sekarang. Ikut aku, kita ke pameran buku, lalu sholat Dzuhur di sana, dan dilanjutkan dengan makan siang. Sembari menunggu ashar, kita akan menikmati es krim. Setelah ashar, kita akan menuju Kota Tua dan menikmati berbagai hiburan di sana. Tidak lupa sholat lagi dan makan malam tentunya. Lantas, kita kembali ke sini. Sambil,... aku bacakan isi buku ini.” Jawab Dika sembari memperlihatkan bukunya.

Lina sedikit menjerit. Jauh sebelum ia terbaring di sini, begitu menggilanya dia untuk bisa mendapatkan buku tersebut. Kali ini ada di depan pandangannya.

Namun, lagi-lagi Lina khawatir tentang amalannya. Dika lagi-lagi menjelaskan, jika ada yang khawatir dengan amalannya, maka ia termasuk orang-orang yang beriman. Maka tenanglah, karena surga untuk orang-orang sepertimu.

“Tapi... Kenapa kamu melakukan ini?” Lina akhirnya melontarkan pertanyaan yang sejak tadi menggelayut di kepalanya.

“Karena aku mencintaimu, Lina.”


#WriteFromHome #Day14

Minggu, 05 April 2020

Myself

Jika saya hanya punya kesempatan untuk menulis satu buku di dalam hidup ini. Maka, buku itu adalah tentang diriku.

Bukannya apa, terkadang manusia terlalu muluk untuk mengakui jika ia ingin diakui. Ah, meski kisah hidupku entahlah akan dinikmati orang atau tidak. Tapi, aku akan membuat buku fiksi tentunya. Novel. Karena fiksi adalah jalan ninjaku. Jadi ya, cerita itu bisa dihiperbolakan tentu. Semoga saja tidak akan jadi semacam biografi.

Bagaimana menarasikannya? Mungkin aku akan memunculkan konflik di pembukaan seperti kebanyakan cerpen karanganku. Dengan usiaku yang baru menginjak 18 tahun, konflik utama akan fokus pada masa-masa remaja dengan segala masalah seputar bullying dan pencarian jati diri. Ah, rasanya aku ingin menuliskannya sekarang juga.

Aku pikir cukup sekian saja. Karena naskah pertamaku juga tidak jauh-jauh dari konteks remaja. Ditunggu ya.

#WriteFromHome #Day13

Sabtu, 04 April 2020

Ketika Pandemi Ini Berakhir

Jika Corona menghilang, maka aku akan...

Beberapa teman mengunggah rencana kegiatannya melalui percakapan di aplikasi pesan instan WhatsApp dengan teman mereka setelah virus ini raib. Tidak sedikit, teman-temanku juga mengungkapkan kegelisahannya di grup atau pesan pribadi kepadaku. Aku? Ah, tentu saja masih ada harap rancangan-rancangan gila pasca pandemi.

Jika Corona menghilang, maka aku akan segera membuat SIM untuk mobilitas perkuliahan tanpa indekos alias PP. Bukan apa, banyak faktor rasanya yang memaksa ibuku mengambil keputusan ini.

Pertama, tentu saja ekonomi. Sebentar lagi hari raya, maka sia-sia rasanya jika harus indekos. Apalagi, pembayaran sewa tetap harus berjalan meski jasadku di rumah. Maka, pada hari keenam karantina, aku dan ibuku menerobos jalur virus demi pamit secara langsung dan membawa semua barang-barang dari sana ke rumah.

Kedua, masih ekonomi. Uang sewa akan naik bulan April ini. Ketiga, ini dari diriku sendiri sebenarnya. Jiwa rumahanku memberontak hanya bisa bersua 1-2 pekan sekali. Sudah sejak beberapa bulan aku minta izin untuk membuat SIM, tapi surat izin membuat SIM dari orang tua tidak kunjung datang baik lisan maupun tulisan. Alhamdulillah, ada berkahnya pula pandemi ini. Apa yang kuharap terkabul. Yakni, PP dengan sepeda motor.

Masih banyak lagi impian setelahnya. Banyak agenda tertunda bahkan ditiadakan. Padahal, kesempatan emas berkembang semua di sini. Tetapi, aku berusaha tetap produktif meski #DiRumahAja. Mengikuti program #WriteFromHome salah satunya. Harap-harap, pandemi ini segera berakhir.

#WriteFromHome #Day12

Jumat, 03 April 2020

Hidup Itu Tentang Memilih atau Menolak

Mendapat tema ini, sejujurnya kita tidak pernah bisa benar-benar untuk selalu memilih atau selalu menolak. Maka jika ditanya, jawabanku tergantung. Mungkin terkesan diplomatis, tapi kita memang harus seperti itu.

Apa kita mau memilih untuk menyia-nyiakan hidup dengan bunuh diri? Apa kita mau menolak kesempatan berkarir yang lebih baik dari sebelumnya? Aku akan menjawab tidak. Tapi mungkin, kamu akan menjawab lain. Lagi-lagi, ini semua tentang “tergantung”.

Apakah situasi dan kondisinya mendukung? Apakah terlalu banyak sakit hati? Apakah akan mempengaruhi ekonomi? Dan yang paling penting menurutku, apakah hal yang kita pilih atau tolak diridhoi oleh Allah dan orang tua?

Pada dasarnya, manusia adalah tempatnya salah dan dosa. Maka, wajar bila kita pernah salah dalam bertindak. Siraman kilau mentari pagi yang hangat bahkan sering kalah dengan gumpalan awan gelap. Maka berusahalah untuk tetap bersinar meskipun di sekeliling kita pekat. Hingga, makhluk langit masih bisa melihat kita tetap bercahaya.

Semoga Allah mengampuni kita.

#WriteFromHome #Day11

Kamis, 02 April 2020

Secukupnya Saja, Jangan Berlebihan

Aku menatap sekitar, mencoba menebak kisah-kisah mana yang dipilih untuk tema semacam ini. Masih dengan mengetik via aplikasi Microsoft Word di HP, ingatanku melesat pada kejadian banjir 01 Januari 2020. Sedikit banyak peristiwa “kemalangan” itu membuatku bersyukur di sisi lain.

Malam pergantian tahun kami biasa saja. Tidak ada perhelatan di rumah. Hanya Abi yang sesekali menyambangi rumah tetangga demi memenuhi undangan. Umi dan adik kecilku sudah larut dalam buai mimpi. Masih pukul sepuluh, kantukku belum memuncak karena aktivitas rebahan seharian.

Akhirnya aku bersama adikku membunuh waktu dengan menonton konser di TV yang membasahi beberapa lensa kamera. Petir sahut menyahut di luar rumah kami. Seakan-akan hujan dari Jakarta sedang mengarah ke rumahku.

Tidak lama masa berlalu, Abi berjinjit-jinjit memasuki rumah sembari menyerahkan dua jagung bakar utuh. Badannya kuyup dengan hujan yang tiba-tiba menderas. Kami saling tatap dan aku bergegas mengambilkan handuk untuknya.
Besoknya, hujan masih mengguyur. Baru berhenti sekitar pukul 6 pagi. Di luar, air masih biasa saja. Aku pikir, hari itu banjir seperti biasanya. Tapi hujan yang membasahi setiap jengkal daratan Jabodetabek memaksa keluarga kami untuk pertama kalinya mengungsi.

Morat-marit menggotong sandang dan beberapa pangan menuju pengungsian. Badanku basah sampai seleher. Ditambah, aku perlu menggendong salah satu adik kecilku. Kaki mungilnya sesekali terendam air banjir.

Dan disinilah letak syukurku. Bayangkan jika aku sudah memiliki laptop? Aku mengecek bawaanku di daerah yang lebih bersahabat. Bajuku sedikit basah karenanya. Tidak terpikir jika sampai membopong laptop. Pengungsian penuh yang memaksa kami berjalan lebih jauh.

Aku masih bersyukur mengetik dengan HP. Sekali pun menyulitkan, tapi rasanya akan lebih sulit jika mengungsikan laptop. Dan dengannya sekarang aku bersahabat. Sudah banyak karya yang terlahir dari rahim Microsoft Word versi android. Sesekali ada karya yang membawaku pada pengalaman berharga. Dari sanalah aku merasa cukup saat ini. Barangkali, memang bukan kapasitasku untuk memiliki laptop sekarang.

#WriteFromHome #Day10

Rabu, 01 April 2020

Tentang Sebuah Ego

Tersebut kisah seorang anak. Ia bermain kejar-kejaran dengan temannya. Mereka tenteram sampai kejenuhan mulai menghampiri. Sampailah mereka pada kenyataan untuk mencari alternatif lain. Terpekur setiap kali berjumpa sembari menendang-nendang gundukan tanah.

Akhirnya hasrat menendang mereka tersalurkan ketika menjumpai bola tak bertuan. Mereka “saling” merebut bola seperti kebanyakan. Ego untuk menjadi lebih baik sudah mulai tumbuh bahkan sedari mereka kecil. Bahkan tidak sering mereka terluka.

Saat masuk SD, anak itu lambat laun semakin paham arti persaingan. Berusaha menjadi juara kelas. Mendapatkan nilai terbaik. Meraih tepuk tangan guru dan teman-teman. Beberapa cerita berdarah terkadang masih terjadi yang dibalut sifat kekanak-kanakan tentunya. Kisah yang sama tampak terulang baik di SMP maupun SMA. Yang berubah hanya pola pemikiran yang mulai dewasa. Tapi ego itu tetap sama.

Semasa kuliah, mereka terpisah. Ego itu seketika sedikit mengendur. Tapi mereka tetap bersaing. Dengan cara yang lebih kreatif. Berusaha menjadi yang terbaik di kampusnya masing-masing. Hingga tubuh dewasa kekanak-kanakan ini sampai pada tahap bahwa ego tidak selalu berakhir buruk.

#WriteFromHome #Day9

Selasa, 31 Maret 2020

Mengapa Ini Semua Terjadi?

Semua terjadi atas dasar takdir Allah dan usaha kita. Semesta alam, bumi, bahkan kita yang sangat kecil ini. Ada seorang adik kelas hari itu. Ia tiba-tiba gelisah mengenai pilihan hidupnya. Dalam hal ini memilih jurusan di PTN.

Ingatanku terlempar pada masa-masa memilih jurusan. Sebagian orang yang mengenalku tentu tahu keinginan terbesarku yakni sastra Indonesia. Mimpi menjadi mahasiswa sastra Indonesia di selalu terbayang dalam kepala mungilku.

Tapi takdir berkata lain. Kebimbangan mengantarku untuk memilih Pendidikan Bahasa Arab pada pilihan kedua. Usahaku terpatahkan oleh-Nya. Menyesal? Tentu. Padahal di UNJ — kampusku saat ini — aku tahu bahwa ada jurusan sastra Indonesia di sini.

Aku berusaha menerima. Bagiku, toh aku masih bisa berkarya sekali pun tidak di sana. Meskipun, memiliki ilmu lebih di sana tentu akan lebih baik.

Kembali lagi dengan kisah adik kelasku. Bisa dibilang, ia merupakan satu di antara beberapa adik kelas semasa SMA yang sangat dekat denganku. Berbagai sesi curhat malam telah kami lalui. Bahkan sepotong cerita kami kuabadikan dalam naskah novelku. Tapi kemarin aku merasa gagal, setelah semua yang telah kujelaskan, ia masih ragu dengan pilihannya. Alasannya satu, ia ternyata selama ini memilih bukan karena suka atau bisa, tapi karena ingin mapan di masa depan.

Semua tentu mau itu. Lantas memilih jurusan yang dirasa “fleksibel”. Dan pada akhirnya terjebak dalam kenyataan bahwa “aku tidak bisa melewati ini”. Bukan hanya di jurusan fleksibel, jurusan “khusus” seperti yang aku jalani pun masih ada yang merasa demikian. Pada saat itu aku hanya bisa mengarahkan bahwa yang kau suka dan bisa jauh lebih baik dibanding mengikuti tren. Lihat bagaimana orang yang mengikuti arus? Tentu terbawa arus. Maka buatlah arus sendiri. Lalu bagaimana dengan orang-orang yang terlanjur berada di arus yang salah?

Mungkin ini memang rencana Allah yang terbaik. Ini bentuk ujian darinya. Aku juga terkadang merasa tidak bisa lulus dari sini. Karena merasa bukan bidangku. Sekali pun menyukai bahasa, tapi yang ini tentu berbeda. Barangkali ini semua terjadi atas peran-Nya. Sang Maha Penguasa lagi Maha Penyayang. Hanya itu keyakinanku.

#WriteFromHome #Day8

Minggu, 29 Maret 2020

Festival Literasi 2019 #2

Aku hampir saja menganga jika hanya aku sendiri di ruangan tersebut. Aula yang dipilih benar-benar besar. Lebih banyak ruang kosong dibanding bangku-bangku yang disediakan. Tapi penyelenggara tidak kehabisan ide. Penataan kursi tentu saja dipusatkan dekat dengan panggung.

Sebelum masuk, aku sempat diberi sekotak snack. Isinya membuatku geleng-geleng kepala. Meski hanya terdiri dari tiga item seperti kotak snack kebanyakan, tapi aku benar-benar kekenyangan dibuatnya.

Tidak lama setelah snack tandas, MC mulai membuka acara. Aku mengedarkan pandang. Percaya atau tidak, kursi belum ada separuhnya yang terisi. Jumlahnya kurang dari seratus. Ini lebih semacam talkshow privat dibandingkan talkshow umum. Praktisi yang kuingat hanya kang Maman saat itu. Padahal, ia hanya tampil sebagai moderator. Tapi caranya bertutur begitu indah. Tidak hanya indah, tapi juga berwawasan luas.

Talkshow saat itu sangat berkesan bagiku. Karena, menjadi kali pertamaku bertemu “artis”. Saat itu, belum berani nyaliku untuk berswafoto di akhir acara. Hanya melihat kebahagiaan penggemar setia mereka yang berbondong-bondong mengajak foto bersama idolanya.

Di pintu keluar, aku diberi kenang-kenangan buku kang Maman oleh panitia acara. Berharga sekali bagiku. Aku juga menyempatkan mampir ke pameran buku dengan beragam model diskon. Ada yang diskon 10% bahkan seharga 10 ribu. Tidak lupa kucomot salah satu buku agar tidak menyesal jauh-jauh ke mari.

Aku ingin mengulang lagi cerita itu. Terlebih bersama seseorang. Acara ini dihadiri tanpa seorang teman lagi di sampingku. Tidak ada yang bisa. Apalagi, keuntungan yang didapat begitu besar. Sungguh jahat jika aku tidak membagi kebahagiaan ini.

#WriteFromHome #Day6

Sabtu, 28 Maret 2020

Festival Literasi 2019 #1

Belum genap sebulan sejak terakhir kali ke acara seputar buku, kali ini aku mengunjungi Festival Literasi 2019. Yang satu ini mungkin tidak sefamiliar IIBF, tapi pengalaman yang didapat di sini tidak kalah menyenangkan.

Sebelum hari-H acara, aku sempat menimbang-nimbang untuk ikut atau tidak. Bukannya apa, tanggal pelaksanaan rangkaian acara festival tidak ada yang jatuh pada hari libur, maka aku harus memikirkannya matang-matang. Beruntung, ada satu hari di mana aku hanya memenuhi satu mata kuliah.

Hari itu Rabu. Mentari sudah menyengat padahal masih pukul 10 kala itu. Di festival ini, aku berniat untuk turut menghadiri talkshow dengan pembicara para praktisi literasi. Acaranya pukul 1 siang, maka tanpa menunggu waktu, aku segera meluncur dari halte UNJ menuju halte RSPAD. Kali ini, aku berhasil sampai tanpa tersesat yang berarti. Sepertinya aku mulai bersahabat dengan moda transportasi ini. Dari halte tujuan, aku perlu berjalan sedikit menuju gedung Kementerian Keuangan. Ya, yang menyelenggarakan FesLit ini dari lembaga tersebut. Aku juga tidak menyangka akan hal itu.

Hawa panas sepanjang perjalanan di luar tergantikan dengan hempasan AC yang berebutan memenuhi sekelilingku. Aku dihadapkan oleh pemandangan ribuan buku. Bahkan, ada sudut khusus yang menyimpan komik dan beragam jenis mainan edukatif.

Masuk sedikit, ada ruang kosong tempat orang-orang mengantre menuju ruangan lain di gedung ini. Sepertinya mereka ingin menghadiri talkshow juga. Tebak 'ku asal. Turut masuk ke barisan. Beberapa orang di depan yang sedari tadi memegang handphone menunjukkan halaman yang terdapat barcode-nya. Aku hampir lupa. Segera mengeluarkan handphone dan mencari bukti pendaftaran FesLit sepekan yang lalu.
...
Lanjut besok ya, biar enggak kepanjangan πŸ˜…
#WriteFromHome #Day5

Jumat, 27 Maret 2020

IIBF 2019

Aku seperti burung yang baru saja dilepas dari sangkarnya. Tidak pernah menelusuri Jakarta sebelum lulus SMA, dan sekarang diberi kesempatan untuk menghadiri pameran buku terbesar se-Indonesia. Dan ternyata, 08 September 2019 menjadi hari pertamaku dalam menjelajah pameran buku yang lain di kemudian hari.

Jauh sebelum tanggal tersebut, aku merencanakan untuk pergi ke IIBF pada tanggal 07. Tidak lain dan tidak bukan agar aku bisa di rumah pada tanggal 08. Namun, aku benar-benar tumbang sehingga terpaksa menghabiskan waktu tiduran di kosan hampir seharian penuh.

Aku sedikit ketar-ketir. Mengingat beberapa pelanggan mempercayakan pesanan mereka pada jasa titip buku yang memang ditawarkan di media sosialku. Tapi, Alhamdulillah, masih diberi kesehatan pada hari terakhir IIBF 2019.

Hari-H, jujur aku tidak yakin benar cara bisa sampai ke sana. Moda transportasi yang dipilih yakni Transjakarta, karena merasa bahwa ia akan membawaku ke setiap jengkal Jakarta. Jiwa penjelajah ini sudah mencari-cari jalan seminggu yang lalu. Semuanya berhenti di halte JCC Senayan. Tapi penjelajah yang hebat katanya selalu bisa tersesat. Dan saat itu aku sempat beberapa kali salah naik bus atau melewati halte untuk transit.

Aku yang berangkat cukup pagi, baru sampai di lokasi sekitar jam 9. Di luar gedung, terdapat semacam spanduk yang digantung indah di langit-langit lobby. Aksen kuning dimana-mana. Beragam orang dari yang penggila buku sampai sekadar menghabiskan waktu bersama teman-temannya berkumpul jadi satu di JCC Senayan yang mulai penuh sesak oleh pengunjung.

Spanduk yang digantung di lobby

Saat masuk, senyum terkembang selalu kutunjukkan pada setiap inci buku-buku. Mereka seakan berkata: "Hai, Firda! Senang bisa melihatmu di sini. Ayo, beli aku!!". Tidak berhenti sampai di situ, aku juga mencoba peruntungan di beberapa stand yang menawarkan hadiah. Walau pun akhirnya gagal. Baiknya, ada stand yang memberikan pembatas buku cuma-cuma.

Jika tadi aku bilang ada yang menitipkan buku padaku, maka maksudnya adalah mereka akan membayar jasaku karena sudah mau jauh-jauh mencarikan buku incaran mereka. Dan aku memilih zona kalap karena menjadi area favorit saking murahnya. Oh iya, zona kalap ini isinya macam-macam, ada novel, komik, buku-buku berseri, buku terjemahan juga ada, dan banyak jenis buku lainnya. Harganya juga di bawah 50 ribu rata-rata. Dijamin kantong aman. Di zona ini, aku menghabiskan waktu satu jam lebih untuk memburu buku-buku pesanan.

Tampak depan Zona Kalap

Setelah mendapatkan buku yang sesuai, aku mampir ke stand yang tampak menjual beragam ukuran Al-Qur'an. Di stand tersebut, disisihkan uangku untuk membeli Al-Qur'an terjemah yang masih sedikit di rumah. Ukuran sedang dengan warna yang dominan biru — warna favorit. Indah.

Setelah selesai dengan semua hajat, aku mulai mengabadikan momen keramaian pengunjung dan kebahagiaanku di photo booth. Oh iya, diri ini ke IIBF sendiri. Mungkin terbilang nekad, apalagi untukku yang belum kenal daerah Jakarta. Tapi jiwa penjelajah jalanan lagi-lagi kalah dengan jiwa anak rumahan.

Fotoku di photo booth

Pada akhirnya, euforia kesenangan masih terbawa sampai ke kosan. Aku hampir tidak percaya dengan petualangan hari ini. Teramat berkesan. Apalagi, untukku yang sejak dulu terkurung dalam sangkar yang disebut rumah. Kebebasan mencicipi jendela dunia adalah definisi untuk menggambarkan kisah hari itu.

#WriteFromHome #Day4

Kamis, 26 Maret 2020

Michelle & Rifqi

Judul: IPA & IPS
Penulis: Chacaii_
Penerbit: Coconut Books
Cetakan: kelima, Mei 2018
Tebal: 330 halaman
Ukuran: 13 × 19 cm
ISBN: 978-602-6940-12-4

Katanya IPA dan IPS memang tidak pernah bersatu. Selalu ada kata seteru. Bahkan bisa menghancurkan pertemanan dengan sebab yang lalu. Tapi di antara semua itu. Yang paling lucu tetaplah kisah cinta antara dua kubu.

Ini cerita tentang Michelle dan Rifqy. Anak pindahan dari Jakarta itu kini masuk kelas 12 IPA 3 di sekolah barunya. Rifky (12 IPS 2) selaku ketua OSIS pun segera mendapat kabar tersebut saat istirahat. Tapi dia biasa saja sesaat sebelum bertemu langsung dengan Michelle.

Novel pertama dari penulis besutan wattpad ini secara keseluruhan mewakili konflik IPA&IPS selama ini. Detailnya cukup baik. Penggambaran suasananya juga menarik. Diksi yang dipilih pun dekat dengan remaja.

Namun, saking mewakili konflik IPA&IPS, alur cerita tampak membosankan. Beberapa bagian cerita juga bisa ditebak kelanjutannya. Tokoh yang disuguhkan juga terlalu banyak. Sehingga, pembaca mungkin bisa kesulitan membedakan tokoh karena tokoh pendukung kurang memiliki ciri khas.

Menurutku pribadi, novel ini aku rekomendasikan untuk teman-teman SMA yang ingin meraih friendship goal mereka. Dari novel karya Chacaii_, aku mendapatkan beberapa konflik yang bisa jadi referensi untuk calon novel pertamaku.

Oh iya, awal beli novel ini sebenarnya ya karena itu. Riset mengenai ceritaku di pasaran. Tapi belum ada satu pun cerita yang benar-benar mirip dengan ceritaku, akhirnya aku membeli novel “IPA & IPS” yang menurutku cukup dekat dengan rancangan ceritaku.

Novel ini sebenarnya sudah kubeli sejak Juli tahun lalu, tapi baru selesai kutamatkan Agustus. Dan, baru sempat dibuat resensinya sekarang-sekarang ini. Lantas, diunggah di blog sekarang banget. Jangan bosen-bosen sama konten-konten di blog ini ya.. 😁

#WriteFromHome #Day3

Rabu, 25 Maret 2020

Kisah Dibalik Buku “Itu Cuma Mitos? Jilid 3”

Cerita kompetisi untuk mendapatkan gelar Penulis Terbaik Ellunar 2019 terus berlanjut. Aku lolos babak 250 besar dan siap bersaing untuk meraih predikat 100 besar dan seterusnya. Kali ini temanya mitos dengan tantangan harus menyertakan kalimat tanya di awal dan akhir cerita.

Aku tidak habis pikir dengan tema mitos. Belum pernah sekali pun aku menulis dengan tema ini. Selain memerlukan riset yang panjang, tidak pernah terbayang olehku akan membuat konflik dan penyelesaian yang seperti apa.

Lantas, aku langsung riset ke berbagai cerita tentang mitos. Aku sempat terpikir untuk mengangkat hal-hal yang berhubungan dengan pena. Tapi tidak ada mitos yang unik tentang itu. Maka, aku mencoba menciptakan mitosku sendiri dengan judul naskah “Quill Ajaib”.

Cerita dimulai dengan langsung menyuguhkan konflik antara dua sastrawan ternama abad ke-17 atau 18 di Eropa. Mereka memperdebatkan kehadiran sosok-sosok yang baru saja ditulis. Seakan-akan, apa yang ia tuliskan malam itu menjadi nyata keesokan harinya.

Untuk kamu yang tertarik dengan kisah “Quill Ajaib” dan cerita-cerita menarik lainnya tentang mitos. Yuk, pesan segera! Kamu bisa hubungi 088808595228 di WhatsApp atau @firdasmanad di Instagram

#WriteFromHome #Day2

Selasa, 24 Maret 2020

Kisah Dibalik Buku "Balonku, Kupu-Kupumu, dan Keretanya Jilid 2"

Semua hanya iseng-iseng belaka jika boleh jujur. Saat itu, teman dekatku sibuk mengurus administrasi pendaftaran SNMPTN. Sementara aku yang tidak lolos hanya membunuh waktu dengan menenggelamkan diri dalam unggahan-unggahan di Instagram.

Singkat cerita, aku menemukan info lomba dengan tajuk “Pemilihan Penulis Terbaik Ellunar 2019 Kategori Cerita Mini” dan berhasil lolos sampai peringkat 250 terbaik. Buku kami yang berjudul “Balonku, Kupu-kupumu, dan Keretanya Jilid” merupakan kumpulan cerita mini hasil dari karya orang-orang yang bisa lolos ke babak 250 besar.

Di jilid 2, cerita miniku yang berjudul “Kereta Pembawa Takdir” termuat di antara 49 kisah tentang balon, kereta, dan kupu-kupu lainnya. Jika dikenang lagi, tantangan yang diberikan Ellunar Publisher tidaklah mudah. Kami diharuskan menulis cerita dengan tema “Life Story” maksimal 5000 karakter dengan menyertakan tiga kata: balon, kupu-kupu, kereta.

Riset yang dilakukan cukup panjang hampir seminggu dengan jeda kegiatan-kegiatan sekolah. Namun, cerita tersebut berhasil diselesaikan tidak kurang dari dua jam tanpa jeda. Menghasilkan naskah yang belum memiliki judul.

Saking bingungnya, aku sampai menanyakan ke beberapa rekan tentang judul yang tepat sekaligus meminta kritik dan saran atas karyaku. Dan setelah berbagai pertimbangan aku memilih “Kereta Pembawa Takdir” sebagai judul naskahku.

Cerita mini tersebut menceritakan tentang tokoh utama yang memiliki trauma terhadap kereta dan balon karena adiknya dibawa pergi oleh ayah tirinya tanpa alasan yang jelas. Tahun-tahun berlalu dengan tokoh utama dibesarkan oleh sebuah keluarga yang mau mengadopsinya. Hingga sebuah konflik memaksanya untuk melawan trauma tersebut.

Untuk kamu yang tertarik dengan kisah “Kereta Pembawa Takdir” dan cerita-cerita menarik lainnya tentang balon, kupu-kupu, atau kereta. Yuk, pesan segera! Kamu bisa hubungi 088808595228 di WhatsApp atau @firdasmanad di Instagram

#WriteFromHome #Day1