Cari Karya

Selasa, 14 November 2017

Cinta Dunia

Bismillahirrahmanirrahim. Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh. Kembali lagi, pada kesempatan kali ini, saya minta maaf jika kiriman saya yang sebelumnya tidam ada bentuk fiksinya sama sekali. Karena itu lebih ke bentuk pengajaran. Mohon maaf, itu semua semata-mata demi memenuhi tugas tertentu.

Maka, untuk kiriman saya kali ini akan berisi benar-benar sebuah karya fiksi. Insyaallah, dapat diambil hikmah dan pengajarannya. Terima kasih.

Kehidupan mewahku masih kurasa kurang saat melihat sosialita lain lebih hebat. Aku terus-terusan memperkaya diri dari hasil warisan orang tua. Mobil baru bertambah tiap bulan di garasi. Sempat akhirnya, kujual sebarang 5 mobil. Belum lagi kebutuhan mode yang terus mengalir. Aku selalu mengikuti tren masa kini.

Suatu masa, aku berkeliling kota menghabiskan sisa matahari terbenam. Kemegahan sebuah masjid yang kulewati sempat menggugah hasrat penasaranku. Kuputuskan untuk menyuruh supir menepi di sana. Aku melepas diri dan memasuki masjid itu. Pakaianku saat itu seperti anak muda kebanyakan. Gaun selutut tanpa lenganan. Aneh? Tepat sekali.

Sudah lama aku tak kemari. Selalu kuingat dosa yang kuperbuat saat ke tempat sakral ini. Seorang wanita sebaya menghampiriku. Tampilannya anggun nan sopan. Ia berjalan sambil bersedekap dengan Al-Qur'an mungil.

“Assalamu'alaikum ukhti, ada yang bisa dibantu? Sepertinya kau lelah.” Sapanya sopan.

“Oh, tak apa. Aku hanya mengagumi kokoh dan mewahnya bangunan ini.” Jawabku seadanya.

“Setidaknya ucapkan wa'alaikumussalam. Itu kewajibanmu jika kau seorang muslim.” Tegurnya ramah.

“Maaf, wa'alaikumussalam.” Ucapku terbata-bata.

“Kau tau, masjid yang kau anggap ‘kokoh dan mewah' ini sebentar lagi akan diruntuhkan.”

“Kenapa?” tanyaku penasaran.

“Entahlah, ana kurang tau, sepertinya ingin dibangun mal besar.” Jawabnya berat.

“Kenapa ya? Maksudku, apa tidak ada lahan lain?”

“Mungkin ia masih berpikir bahwa dibangunnya sebuah mal berarti menemukan harta karun. Sehingga ia bisa dengan mudahnya menggusur masjid yang merupakan permata yang lebih berharga dari sekumpulan harta karun itu...” jawabnya cerdas.

“Manusia saat ini masih berpikir bahwa dunia ini perhiasan, sayang jika hilang. Padahal, sudah jelas dalam Q. S. 57: 20 bahwa kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan.” Sambungnya.

Di situ aku tertegun. Entah kenapa aku merasa bahwa itulah aku. Aku adalah manusia yang masih mengganggap dunia ini perhiasan. Tanpa kenal waktu aku selalu mengeruk harta yang ada. Tak ada amalan untuk hari akhir kelak.

“Sudah dulu ya, ana harus lekas pulang. Assalamu'alaikum.”

“Wa'alaikumussalam.”

Aku tercenung kembali. Ragu dengan apa yang barusan terjadi. Teringat pesan wanita itu. Aku segera mengambil air wudhu dan memakai mukena masjid. Aku memulai sholat dengan perlahan. Lamat-lamat kuucap doa yang masih melekat di memori. Usai sudah.

Aku berusaha menegaskan diri untuk berubah. Aku tak ingin terjebak dalam permainan-Nya. Akan kutunjukkan bahwa aku bisa menang dan dapat meraih jannah-Nya. Tak ada yang akan melalaikan aku. Setan-setan itu akan kutebas habis. Kulewati mereka semua. Bismillah, menuju keistiqamahan yang hakiki.

Demikian, semoga pembaca sekalian bisa memetik pelajaran dari tulisan saya. Saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan. Subhanakallahumma wabihamdika asyhadualla illaha illa anta astaghfiruka waatubuilaih. Wassalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar