Cari Karya

Selasa, 31 Maret 2020

Mengapa Ini Semua Terjadi?

Semua terjadi atas dasar takdir Allah dan usaha kita. Semesta alam, bumi, bahkan kita yang sangat kecil ini. Ada seorang adik kelas hari itu. Ia tiba-tiba gelisah mengenai pilihan hidupnya. Dalam hal ini memilih jurusan di PTN.

Ingatanku terlempar pada masa-masa memilih jurusan. Sebagian orang yang mengenalku tentu tahu keinginan terbesarku yakni sastra Indonesia. Mimpi menjadi mahasiswa sastra Indonesia di selalu terbayang dalam kepala mungilku.

Tapi takdir berkata lain. Kebimbangan mengantarku untuk memilih Pendidikan Bahasa Arab pada pilihan kedua. Usahaku terpatahkan oleh-Nya. Menyesal? Tentu. Padahal di UNJ — kampusku saat ini — aku tahu bahwa ada jurusan sastra Indonesia di sini.

Aku berusaha menerima. Bagiku, toh aku masih bisa berkarya sekali pun tidak di sana. Meskipun, memiliki ilmu lebih di sana tentu akan lebih baik.

Kembali lagi dengan kisah adik kelasku. Bisa dibilang, ia merupakan satu di antara beberapa adik kelas semasa SMA yang sangat dekat denganku. Berbagai sesi curhat malam telah kami lalui. Bahkan sepotong cerita kami kuabadikan dalam naskah novelku. Tapi kemarin aku merasa gagal, setelah semua yang telah kujelaskan, ia masih ragu dengan pilihannya. Alasannya satu, ia ternyata selama ini memilih bukan karena suka atau bisa, tapi karena ingin mapan di masa depan.

Semua tentu mau itu. Lantas memilih jurusan yang dirasa “fleksibel”. Dan pada akhirnya terjebak dalam kenyataan bahwa “aku tidak bisa melewati ini”. Bukan hanya di jurusan fleksibel, jurusan “khusus” seperti yang aku jalani pun masih ada yang merasa demikian. Pada saat itu aku hanya bisa mengarahkan bahwa yang kau suka dan bisa jauh lebih baik dibanding mengikuti tren. Lihat bagaimana orang yang mengikuti arus? Tentu terbawa arus. Maka buatlah arus sendiri. Lalu bagaimana dengan orang-orang yang terlanjur berada di arus yang salah?

Mungkin ini memang rencana Allah yang terbaik. Ini bentuk ujian darinya. Aku juga terkadang merasa tidak bisa lulus dari sini. Karena merasa bukan bidangku. Sekali pun menyukai bahasa, tapi yang ini tentu berbeda. Barangkali ini semua terjadi atas peran-Nya. Sang Maha Penguasa lagi Maha Penyayang. Hanya itu keyakinanku.

#WriteFromHome #Day8

Minggu, 29 Maret 2020

Festival Literasi 2019 #2

Aku hampir saja menganga jika hanya aku sendiri di ruangan tersebut. Aula yang dipilih benar-benar besar. Lebih banyak ruang kosong dibanding bangku-bangku yang disediakan. Tapi penyelenggara tidak kehabisan ide. Penataan kursi tentu saja dipusatkan dekat dengan panggung.

Sebelum masuk, aku sempat diberi sekotak snack. Isinya membuatku geleng-geleng kepala. Meski hanya terdiri dari tiga item seperti kotak snack kebanyakan, tapi aku benar-benar kekenyangan dibuatnya.

Tidak lama setelah snack tandas, MC mulai membuka acara. Aku mengedarkan pandang. Percaya atau tidak, kursi belum ada separuhnya yang terisi. Jumlahnya kurang dari seratus. Ini lebih semacam talkshow privat dibandingkan talkshow umum. Praktisi yang kuingat hanya kang Maman saat itu. Padahal, ia hanya tampil sebagai moderator. Tapi caranya bertutur begitu indah. Tidak hanya indah, tapi juga berwawasan luas.

Talkshow saat itu sangat berkesan bagiku. Karena, menjadi kali pertamaku bertemu “artis”. Saat itu, belum berani nyaliku untuk berswafoto di akhir acara. Hanya melihat kebahagiaan penggemar setia mereka yang berbondong-bondong mengajak foto bersama idolanya.

Di pintu keluar, aku diberi kenang-kenangan buku kang Maman oleh panitia acara. Berharga sekali bagiku. Aku juga menyempatkan mampir ke pameran buku dengan beragam model diskon. Ada yang diskon 10% bahkan seharga 10 ribu. Tidak lupa kucomot salah satu buku agar tidak menyesal jauh-jauh ke mari.

Aku ingin mengulang lagi cerita itu. Terlebih bersama seseorang. Acara ini dihadiri tanpa seorang teman lagi di sampingku. Tidak ada yang bisa. Apalagi, keuntungan yang didapat begitu besar. Sungguh jahat jika aku tidak membagi kebahagiaan ini.

#WriteFromHome #Day6

Sabtu, 28 Maret 2020

Festival Literasi 2019 #1

Belum genap sebulan sejak terakhir kali ke acara seputar buku, kali ini aku mengunjungi Festival Literasi 2019. Yang satu ini mungkin tidak sefamiliar IIBF, tapi pengalaman yang didapat di sini tidak kalah menyenangkan.

Sebelum hari-H acara, aku sempat menimbang-nimbang untuk ikut atau tidak. Bukannya apa, tanggal pelaksanaan rangkaian acara festival tidak ada yang jatuh pada hari libur, maka aku harus memikirkannya matang-matang. Beruntung, ada satu hari di mana aku hanya memenuhi satu mata kuliah.

Hari itu Rabu. Mentari sudah menyengat padahal masih pukul 10 kala itu. Di festival ini, aku berniat untuk turut menghadiri talkshow dengan pembicara para praktisi literasi. Acaranya pukul 1 siang, maka tanpa menunggu waktu, aku segera meluncur dari halte UNJ menuju halte RSPAD. Kali ini, aku berhasil sampai tanpa tersesat yang berarti. Sepertinya aku mulai bersahabat dengan moda transportasi ini. Dari halte tujuan, aku perlu berjalan sedikit menuju gedung Kementerian Keuangan. Ya, yang menyelenggarakan FesLit ini dari lembaga tersebut. Aku juga tidak menyangka akan hal itu.

Hawa panas sepanjang perjalanan di luar tergantikan dengan hempasan AC yang berebutan memenuhi sekelilingku. Aku dihadapkan oleh pemandangan ribuan buku. Bahkan, ada sudut khusus yang menyimpan komik dan beragam jenis mainan edukatif.

Masuk sedikit, ada ruang kosong tempat orang-orang mengantre menuju ruangan lain di gedung ini. Sepertinya mereka ingin menghadiri talkshow juga. Tebak 'ku asal. Turut masuk ke barisan. Beberapa orang di depan yang sedari tadi memegang handphone menunjukkan halaman yang terdapat barcode-nya. Aku hampir lupa. Segera mengeluarkan handphone dan mencari bukti pendaftaran FesLit sepekan yang lalu.
...
Lanjut besok ya, biar enggak kepanjangan 😅
#WriteFromHome #Day5

Jumat, 27 Maret 2020

IIBF 2019

Aku seperti burung yang baru saja dilepas dari sangkarnya. Tidak pernah menelusuri Jakarta sebelum lulus SMA, dan sekarang diberi kesempatan untuk menghadiri pameran buku terbesar se-Indonesia. Dan ternyata, 08 September 2019 menjadi hari pertamaku dalam menjelajah pameran buku yang lain di kemudian hari.

Jauh sebelum tanggal tersebut, aku merencanakan untuk pergi ke IIBF pada tanggal 07. Tidak lain dan tidak bukan agar aku bisa di rumah pada tanggal 08. Namun, aku benar-benar tumbang sehingga terpaksa menghabiskan waktu tiduran di kosan hampir seharian penuh.

Aku sedikit ketar-ketir. Mengingat beberapa pelanggan mempercayakan pesanan mereka pada jasa titip buku yang memang ditawarkan di media sosialku. Tapi, Alhamdulillah, masih diberi kesehatan pada hari terakhir IIBF 2019.

Hari-H, jujur aku tidak yakin benar cara bisa sampai ke sana. Moda transportasi yang dipilih yakni Transjakarta, karena merasa bahwa ia akan membawaku ke setiap jengkal Jakarta. Jiwa penjelajah ini sudah mencari-cari jalan seminggu yang lalu. Semuanya berhenti di halte JCC Senayan. Tapi penjelajah yang hebat katanya selalu bisa tersesat. Dan saat itu aku sempat beberapa kali salah naik bus atau melewati halte untuk transit.

Aku yang berangkat cukup pagi, baru sampai di lokasi sekitar jam 9. Di luar gedung, terdapat semacam spanduk yang digantung indah di langit-langit lobby. Aksen kuning dimana-mana. Beragam orang dari yang penggila buku sampai sekadar menghabiskan waktu bersama teman-temannya berkumpul jadi satu di JCC Senayan yang mulai penuh sesak oleh pengunjung.

Spanduk yang digantung di lobby

Saat masuk, senyum terkembang selalu kutunjukkan pada setiap inci buku-buku. Mereka seakan berkata: "Hai, Firda! Senang bisa melihatmu di sini. Ayo, beli aku!!". Tidak berhenti sampai di situ, aku juga mencoba peruntungan di beberapa stand yang menawarkan hadiah. Walau pun akhirnya gagal. Baiknya, ada stand yang memberikan pembatas buku cuma-cuma.

Jika tadi aku bilang ada yang menitipkan buku padaku, maka maksudnya adalah mereka akan membayar jasaku karena sudah mau jauh-jauh mencarikan buku incaran mereka. Dan aku memilih zona kalap karena menjadi area favorit saking murahnya. Oh iya, zona kalap ini isinya macam-macam, ada novel, komik, buku-buku berseri, buku terjemahan juga ada, dan banyak jenis buku lainnya. Harganya juga di bawah 50 ribu rata-rata. Dijamin kantong aman. Di zona ini, aku menghabiskan waktu satu jam lebih untuk memburu buku-buku pesanan.

Tampak depan Zona Kalap

Setelah mendapatkan buku yang sesuai, aku mampir ke stand yang tampak menjual beragam ukuran Al-Qur'an. Di stand tersebut, disisihkan uangku untuk membeli Al-Qur'an terjemah yang masih sedikit di rumah. Ukuran sedang dengan warna yang dominan biru — warna favorit. Indah.

Setelah selesai dengan semua hajat, aku mulai mengabadikan momen keramaian pengunjung dan kebahagiaanku di photo booth. Oh iya, diri ini ke IIBF sendiri. Mungkin terbilang nekad, apalagi untukku yang belum kenal daerah Jakarta. Tapi jiwa penjelajah jalanan lagi-lagi kalah dengan jiwa anak rumahan.

Fotoku di photo booth

Pada akhirnya, euforia kesenangan masih terbawa sampai ke kosan. Aku hampir tidak percaya dengan petualangan hari ini. Teramat berkesan. Apalagi, untukku yang sejak dulu terkurung dalam sangkar yang disebut rumah. Kebebasan mencicipi jendela dunia adalah definisi untuk menggambarkan kisah hari itu.

#WriteFromHome #Day4

Kamis, 26 Maret 2020

Michelle & Rifqi

Judul: IPA & IPS
Penulis: Chacaii_
Penerbit: Coconut Books
Cetakan: kelima, Mei 2018
Tebal: 330 halaman
Ukuran: 13 × 19 cm
ISBN: 978-602-6940-12-4

Katanya IPA dan IPS memang tidak pernah bersatu. Selalu ada kata seteru. Bahkan bisa menghancurkan pertemanan dengan sebab yang lalu. Tapi di antara semua itu. Yang paling lucu tetaplah kisah cinta antara dua kubu.

Ini cerita tentang Michelle dan Rifqy. Anak pindahan dari Jakarta itu kini masuk kelas 12 IPA 3 di sekolah barunya. Rifky (12 IPS 2) selaku ketua OSIS pun segera mendapat kabar tersebut saat istirahat. Tapi dia biasa saja sesaat sebelum bertemu langsung dengan Michelle.

Novel pertama dari penulis besutan wattpad ini secara keseluruhan mewakili konflik IPA&IPS selama ini. Detailnya cukup baik. Penggambaran suasananya juga menarik. Diksi yang dipilih pun dekat dengan remaja.

Namun, saking mewakili konflik IPA&IPS, alur cerita tampak membosankan. Beberapa bagian cerita juga bisa ditebak kelanjutannya. Tokoh yang disuguhkan juga terlalu banyak. Sehingga, pembaca mungkin bisa kesulitan membedakan tokoh karena tokoh pendukung kurang memiliki ciri khas.

Menurutku pribadi, novel ini aku rekomendasikan untuk teman-teman SMA yang ingin meraih friendship goal mereka. Dari novel karya Chacaii_, aku mendapatkan beberapa konflik yang bisa jadi referensi untuk calon novel pertamaku.

Oh iya, awal beli novel ini sebenarnya ya karena itu. Riset mengenai ceritaku di pasaran. Tapi belum ada satu pun cerita yang benar-benar mirip dengan ceritaku, akhirnya aku membeli novel “IPA & IPS” yang menurutku cukup dekat dengan rancangan ceritaku.

Novel ini sebenarnya sudah kubeli sejak Juli tahun lalu, tapi baru selesai kutamatkan Agustus. Dan, baru sempat dibuat resensinya sekarang-sekarang ini. Lantas, diunggah di blog sekarang banget. Jangan bosen-bosen sama konten-konten di blog ini ya.. 😁

#WriteFromHome #Day3

Rabu, 25 Maret 2020

Kisah Dibalik Buku “Itu Cuma Mitos? Jilid 3”

Cerita kompetisi untuk mendapatkan gelar Penulis Terbaik Ellunar 2019 terus berlanjut. Aku lolos babak 250 besar dan siap bersaing untuk meraih predikat 100 besar dan seterusnya. Kali ini temanya mitos dengan tantangan harus menyertakan kalimat tanya di awal dan akhir cerita.

Aku tidak habis pikir dengan tema mitos. Belum pernah sekali pun aku menulis dengan tema ini. Selain memerlukan riset yang panjang, tidak pernah terbayang olehku akan membuat konflik dan penyelesaian yang seperti apa.

Lantas, aku langsung riset ke berbagai cerita tentang mitos. Aku sempat terpikir untuk mengangkat hal-hal yang berhubungan dengan pena. Tapi tidak ada mitos yang unik tentang itu. Maka, aku mencoba menciptakan mitosku sendiri dengan judul naskah “Quill Ajaib”.

Cerita dimulai dengan langsung menyuguhkan konflik antara dua sastrawan ternama abad ke-17 atau 18 di Eropa. Mereka memperdebatkan kehadiran sosok-sosok yang baru saja ditulis. Seakan-akan, apa yang ia tuliskan malam itu menjadi nyata keesokan harinya.

Untuk kamu yang tertarik dengan kisah “Quill Ajaib” dan cerita-cerita menarik lainnya tentang mitos. Yuk, pesan segera! Kamu bisa hubungi 088808595228 di WhatsApp atau @firdasmanad di Instagram

#WriteFromHome #Day2

Selasa, 24 Maret 2020

Kisah Dibalik Buku "Balonku, Kupu-Kupumu, dan Keretanya Jilid 2"

Semua hanya iseng-iseng belaka jika boleh jujur. Saat itu, teman dekatku sibuk mengurus administrasi pendaftaran SNMPTN. Sementara aku yang tidak lolos hanya membunuh waktu dengan menenggelamkan diri dalam unggahan-unggahan di Instagram.

Singkat cerita, aku menemukan info lomba dengan tajuk “Pemilihan Penulis Terbaik Ellunar 2019 Kategori Cerita Mini” dan berhasil lolos sampai peringkat 250 terbaik. Buku kami yang berjudul “Balonku, Kupu-kupumu, dan Keretanya Jilid” merupakan kumpulan cerita mini hasil dari karya orang-orang yang bisa lolos ke babak 250 besar.

Di jilid 2, cerita miniku yang berjudul “Kereta Pembawa Takdir” termuat di antara 49 kisah tentang balon, kereta, dan kupu-kupu lainnya. Jika dikenang lagi, tantangan yang diberikan Ellunar Publisher tidaklah mudah. Kami diharuskan menulis cerita dengan tema “Life Story” maksimal 5000 karakter dengan menyertakan tiga kata: balon, kupu-kupu, kereta.

Riset yang dilakukan cukup panjang hampir seminggu dengan jeda kegiatan-kegiatan sekolah. Namun, cerita tersebut berhasil diselesaikan tidak kurang dari dua jam tanpa jeda. Menghasilkan naskah yang belum memiliki judul.

Saking bingungnya, aku sampai menanyakan ke beberapa rekan tentang judul yang tepat sekaligus meminta kritik dan saran atas karyaku. Dan setelah berbagai pertimbangan aku memilih “Kereta Pembawa Takdir” sebagai judul naskahku.

Cerita mini tersebut menceritakan tentang tokoh utama yang memiliki trauma terhadap kereta dan balon karena adiknya dibawa pergi oleh ayah tirinya tanpa alasan yang jelas. Tahun-tahun berlalu dengan tokoh utama dibesarkan oleh sebuah keluarga yang mau mengadopsinya. Hingga sebuah konflik memaksanya untuk melawan trauma tersebut.

Untuk kamu yang tertarik dengan kisah “Kereta Pembawa Takdir” dan cerita-cerita menarik lainnya tentang balon, kupu-kupu, atau kereta. Yuk, pesan segera! Kamu bisa hubungi 088808595228 di WhatsApp atau @firdasmanad di Instagram

#WriteFromHome #Day1