Cari Karya

Rabu, 06 Juni 2018

Ramadhan Bersama Manda #21

Lailatul Qadar


Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Siapa di sini yang abis shalat qiyamul lail? 🙋 Cocok deh. Jangan sia-siain malam kemuliaan ini ya gaess. Manda punya cara tersendiri demi menyambut malam ini. Simak ya..


Di perjalanan pulang, aku kembali membuka Al-Qur’an mungilku, melanjutkan tilawah. Membuka Al-Qur’an, membuatku teringat bahwa besok bisa jadi merupakan malam lailatul qadar. Tak sabarnya aku menyambut malam kemuliaan itu. Apa aku akan mendapatkan naungan kemuliaannya itu? Ingin sekali aku diberi pertanda apabila memperolehnya.

Keesokan harinya, aku melakukan rutinitas Ramadhan-ku seperti biasa — tilawah. Saat lelah, aku pindah menulis blog, atau mengecek timeline social media sebentar. Ba’da dzuhur, aku menyempatkan diri untuk tidur siang. Persiapan menyalami lailatul qadar nanti malam.

Aku terbangun pukul 16:30. Langsung kuambil air wudhu dan menunaikan shalat ashar. Kegiatanku dilanjut dengan tilawah sampai menjelang Maghrib. Aku dan keluarga berbuka dengan pisang goreng buatan ibu. Legit membakar lidah kami, semua larut dalam kenikmatan. Sepertinya ini saat yang tepat untuk mengatakan itu.

“Pa. Aku mau i'tikaf boleh gak?” Demi mendengar pertanyaanku, ayah tersedak saat memakan pisang gorengnya.

“Kamu gak bercanda 'kan?” Ayah menaikkan alisnya, seperti tak percaya dengan pertanyaan tadi.

“Emang kenapa, pa?” aku menanyakan alasannya.

“Berani?”

“'Kan gak sendiri, pa. Ada Ferly, Sarah, dkk.” Aku menjabarkan.

“Enggak!” ibu memotong, melarang tegas.

“Ta.. tapi, ma.” Aku berusaha menjelaskan dengan terbata-bata, tak kusangka reaksi ibu akan begitu keras.

“Kamu itu masih anak gadis, Manda. Ntar kalo ada omongan-omongan gimana?” Ibu menasehati dengan nada yang lebih lembut.

“Aku cuma mau lailatul qadar tahun ini beda, ma.” Kini aku mampu memberitahu dengan lebih jelas.

“Mama takut kamu kenapa-napa sayang, karena di sana pasti lebih banyak laki-lakinya.” Aku mengangguk lemah.

Kadang, sulit memang ketika menerima keputusan dari orang tua, tapi mungkin memang itu yang terbaik untuk kita. Di saat-saat seperti ini, peganganku hanya ucapan ibu saat dulu aku menentukan SMA atau SMK “Orang tua tidak akan pernah menjerumuskan anaknya ke hal-hal yang buruk”.

Malam itu, yang insyaallah merupakan malam lailatul qadar, aku melanjutkan tilawah. Tidur tadi siang memberikanku energi lebih untuk bergadang. Setidaknya, inilah siasatku agar lailatul qadar tidak pergi begitu saja. Dia harus singgah di kotaku, di rumahku, di kamarku.

Saat aku tengah bertilawah, seseorang dari luar mengetuk pintu kamarku. Aku menghentikan tilawahku sebentar, lantas membuka pintu. Ibu tersenyum penuh harap. Entah apa yang ibu harapkan dariku.

“Manda. Maafin mama ya soal yang tadi di meja makan.” Satu lagi sifat yang aku suka dari ibu.

 “Gapapa kok, ma. Aku juga salah, seharusnya aku mikirin segala kemungkinan terburuk.”

Ibuku merupakan tipe orang yang langsung meminta maaf apabila salah dan kasar, ibu juga pemaaf apabila anak-anaknya salah dan kasar. Love you mom, bisikku lemah saat ia menatapku penuh sayang.

“Oh iya, besok mama mau bikin kue. Kamu mau bantuin 'kan?” ibu mengganti topik dengan cepat.

“Boleh. Omong-omong, kue apa, ma?” aku bertanya penasaran.

“Liat aja besok.” Ibu semakin membuatku penasaran.

Jika aku tidak berniat bergadang, mungkin aku tidak akan bisa tidur hanya karena memikirkan kue yang akan ibu buat tahun ini. Apa spesialnya lebaran tahun ini? Aku hampir larut dengan pernak-pernik Ramadhan. Al-Qur’an yang tergeletak di laci tepi tempat tidur menyadarkanku. Kuhampiri Al-Qur’an dibungkus kain biru langit, lantas kembali bertilawah.

Bersambung...


Sekian dulu ya. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh 😊

Tidak ada komentar:

Posting Komentar