Cari Karya

Sabtu, 09 Juni 2018

Ramadhan Bersama Manda #24

Nilai di Atas Kertas Ujian


Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Jumpa lagi 👋 Temen-temen.

Bantu aku dong, biar blog ini bisa masuk daftar pencarian paling atas di google, caranya gimana? Gampang kok, cukup share link blog ini ke grup-grup yang kamu punya, satu share link dari kalian ngebantu aku banget loh, makasih ya yang mau bantu.

Oh iya, biar lebih ngerti, sebelum baca ini, kalian bisa baca ulang episode #6 karena ada kutipan dari episode itu. Btw, selamat membaca!!!


Di waktu yang sama seperti tanggal ganjil di sepuluh malam terakhir bulan ini, aku mendirikan tahajud. Angin berita yang boleh jadi baik atau bahkan buruk itu menerpa ingatanku. Tak terasa, lusa depan merupakan hari penting bagiku. Di saat itu juga, lepas menyelesaikan tahajud, aku bermunajat agar diberikan hasil yang terbaik. Tak ingin rasanya melihat air muka orang tua turun karena mengetahui hal ini.

Mentari kembali menyambut di ufuk timur. Aku baru saja keluar dari kamar, ingin menemui ibu. Di ruang tengah, ibu sedang sibuk mengerjakan sesuatu di laptopnya. Aku menghampirinya, bertanya.

“Lagi ngapain, ma?”

“Ini, mau ngecek e-mail buat pendaftaran sekolah si Rizki. Tapi kok daritadi gak bisa ya? Apa karena banyak yang make?” Ungkap ibu.

“Ah, masa sih, ma. Sekarang paling yang make cuman mama, Rizki, sama Layla. Biasanya juga kalo kita berlima make paling cuman lemot. Coba aku cek, ma.” Aku menawarkan diri.

“Hmm. Pantesan. Koneksi internetnya aja belum nyambung ke WiFi rumah.”

“Ealah. Mama lupa.” Aku menepi, mempersilakan ibu.

Tak enak hati rasanya kuganggu dia sekarang, mengurus pendaftaran sekolah tentu bukan perkara mudah. Apalagi saat ini ibu harus mendaftarkan dua anaknya. Berkali lipatlah kesukarannya. Aku memilih diam, menyimak, dan membantu apabila diminta.

“Ada apa, Man? Pasti ke mari ada sesuatu ‘kan?” memang dasarnya ibu merupakan manusia paling peka.

“Eh? Tau aja, ma.” Aku bergurau sejenak.

“Mama gak sibuk?” aku beranikan diri bertanya, sebelum mencurahkan segala gundah di hati.

“Sibuk sih, tapi masih bisa nanti-nanti dulu. Ada apa?” ibu bertanya, kali ini dia menutup laptopnya tanda siap mendengar perkataanku.

“Aku takut liat nilai aku nanti, ma.” Keluhku.

“Kenapa?”

“Ya, takut aja. Selama ini aku ngerasa prestasi aku nurun gitu. Padahal sibuk di osis sama rohis-nya masih sama. Sepanjang semester ini juga aku gak nulis di blog, paling baru-baru ini aja karena gak ada kerjaan.” Ibu malah tersenyum.

“Kamu 'kan pinter, apa yang kamu khawatirin?”

“Tapi, ma. Yang lain juga pinter, mereka dapet nilai yang sama bahkan lebih di setiap kesempatan. Sebenarnya yang paling aku khawatirin itu nilai ulangan.” Aku semakin tak terkendali, rasa-rasanya akan ada banjir di wajahku.

“Emangnya kenapa?”

“Kebanyakan mereka bagi-bagi jawaban gitu, ma. Bahkan ada yang nyontek. Aku pikir karena puasa gak akan ada aksi-aksi kayak gitu, ternyata sama aja. Aku 'kan jadi kepikiran. Nilai aku pasti kebanting sama mereka.”

“Kamu pas ujian jujur gak?”

“Ya, jujur, ma. 'Kan mama sendiri yang ngancem.” Jawabku sedikit ketus.

“Dengerin mama. Nilai di atas kertas ujian gak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan nilai di atas catatan amal. Kejujuran kamu udah di catet kok sama malaikat, Allah juga udah liat, kamu gak usah khawatir. Kalau pun nanti kamu gak bisa lolos jalur SNMPTN karena gak lolos PDSS, gak apa-apa. Mama gak akan marah, yang penting kamu jujur. Mungkin itu takdir yang emang udah Allah kasih ke kamu. Toh masih banyak jalur-jalur lain. Kamu itu pintar, nak. Bukan hanya pintar secara akademik, tapi secara pola pikir. Kamu tau mana yang baik dan mana yang buruk. Walaupun temen-temen kamu kayak gitu, kamu tetep sama pendirian kamu. Insyaallah kejujuran kamu dan kecurangan temen-temen kamu akan ada balasannya.” Ibu menasihatiku panjang-lebar.

Kini aku hanya diam, tak tahu harus berbuat apa lagi. Bodohnya aku, padahal belum genap sebulan kak Rina bilang soal itu. Tanpa diminta ucapannya berputar jelas seperti rekaman audio di pikiranku.

“Jujur. Mungkin awalnya gak gampang, banyak godaannya. Tapi percaya aja, Allah gak tidur, dia tau mana yang jujur mana yang enggak. Kalo kamu jujur, insyaallah kamu bisa kok dapet PTN inceran kamu. Tapi, kalo nanti kamu udah jujur tapi kamu gak diterima di pilihan yang kamu pengenin, mungkin emang itu udah takdir Allah, seenggaknya kamu udah usaha ‘kan” Ternyata jujur itu emang sulit, seperti yang kak Rina bilang.

Aku pamit pergi ke kamar. Kalender meja di kamar tergeletak malas, memperlihatkan tanggal merah di angka 15 yang kulingkarkan belum lama ini. Tak terasa, hari kemenangan sudah begitu dekat. Bagaimana kabarnya di sana ya? Sepertinya kami semakin jauh dipisah oleh waktu.

Bersambung..

Sekian dulu ya. Dialognya kebanyakan gak? Aku ngerasa kebanyakan, tapi bingung nyingkatnya, maklum awam. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar