Cari Karya

Senin, 28 Mei 2018

Ramadhan Bersama Manda #12

Perbanyak Sedekah


Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Tanpa basa-basi lagi, langsung sambung cerita aja ya..


Sepanjang perjalanan pulang, tak sengaja Manda memperhatikan masjid-masjid di pinggir jalan. Beberapa di antaranya mulai pudar warnanya. Manda pun tahu betul bagaimana fasilitas beberapa masjid — kurang terawat. Baru kali ini Manda berpikir sedetail itu.

“Miris.” Hanya itu kata yang keluar dari bibirku.

Matahari kembali menyapa dunia. Burung-burung berkicauan, rona merah muda di langit mulai menghilang. Hari ini aku masuk sekolah, tanpa KBM, formalitas sekolah barangkali. Aku beranjak ke kamar mandi. Entah kenapa, hari ini air keran membuatku sedikit menggigil. Selesai mandi dan bersiap, aku menggerakkan kakiku menuju sekolah.

Nyiur angin menerpa lembut pepohonan. Embun-embun masih membasahi dedaunan dan rumput saat aku berangkat. Ada untungnya juga tinggal di pinggiran kota, jauh dari polusi berbagai macam asap. Sepanjang perjalanan, aku merasa lebih mensyukuri nikmat. Jarang-jarang aku seperti ini.

Lagi, beberapa masjid yang kulewati lebih terlihat jelas reotnya jika ditimpa cahaya matahari. Jika aku berlebih, ingin sekali aku menyumbangkan sebagian hartaku untuk disedekahkan ke setiap masjid.

Sampai di tempat parkir, aku merasa terheran-heran, jumlah sepeda motor bisa dihitung jari. Di dalam gedung sekolah pun sama, sedikit, sepi. Aku menuju ruang guru, mengumpulkan tugas. Belum ada satu pun temanku, baik itu teman OSIS, rohis, apalagi teman kelas. Aku memilih menyambung tilawah di serambi masjid sekolah.

Setengah jam berlalu cepat, salah satu teman rohis menghampiriku.

“Assalamu’alaikum, Man.”
“Wa’alaikumussalam, eh Adel.”

Kami duduk bersama. Aku menutup Al-Qur’an milikku. Sejenak, hanya keheningan dalam pertemuan kami. Aku memulai percakapan.

“Hmm, del, setiap hari infaq yang masuk ke masjid sekolah kita berapa ya?” pertanyaan itu selintas menggelitikku.

“Entah, tapi aku rasa gak banyak. Karena aku gak pernah ngeliat ada orang masukin ke kotak amal.” Adel menjelaskan.

“Ye.. kalo kayak gitu bisa aja yang ngasih infaq pas kamu gak ngeliat langsung ngasih 100.000.” sergahku.

“Ya, 'kan gak tau.” Adel membela diri.

“Si Nisa tau kali ya?” aku kembali bertanya.

“Mungkin.”

“Kamu kenapa sih nanya hal-hal kayak gitu?” giliran Adel yang bertanya.

“Gapapa, pengen tau aja.” Aku menjawab nyengir.

Hari pertama pasca Penilaian Akhir Tahun, aku baru menerima satu nilai, hasilnya di atas rata-rata kelas. Malas menunggu nilai lainnya, aku memutuskan pulang.

Saat tiba di rumah, aku memeriksa isi dompetku. Masih ada dua lembar seratus ribu dan beberapa pecahan yang total keseluruhannya 240.000. Rekor, ini jumlah terbanyak di akhir bulan. Aku sudah menabung di awal bulan. Pikiran tentang bersedekah pada masjid kembali terlintas. 

Uangku cukup banyak untuk aku pribadi, tapi apa ini cukup untuk masjid yang perlu direnovasi? Jika dihitung-hitung, ada lima masjid yang perlu dibenahi. Aku menghampiri ibuku yang tengah berehat di ruang tengah, meminta pendapat.

“Ma.. beberapa masjid di pinggir jalan perlu direnovasi, kebetulan aku punya uang yang menurutku banyak, tapi apa ini cukup untuk merenovasi lima masjid?” aku bertanya sambil menyodorkan sejumlah uang.

“Mungkin untuk merenovasi belum cukup, nak. Tapi itu akan sangat membantu untuk memperbanyak kas mereka. Gak apa-apa kok, kamu gak usah segen. Sini mama tukerin pake uang mama.” ibu menjawab dengan senyum terkembang, lantas berjalan ke arah kamar.

“Nih. Setiap masjid kamu kasih 62.000, mama ikut nyumbang. Ya, walaupun gak banyak, insyaallah bisa bernilai ibadah.” Ibu memberikan uang yang sudah digulung.

Ibu memberikan gulungan berikutnya sama persis. Gulungan paling luar 2.000, berikutnya 10.000, dan yang paling dalam 50.000. Ibu masih tersenyum menatapku.

“Mama bangga sama kamu, bisa berpikiran seperti itu.” Ibu memujiku, aku hanya mengangkat bahu.

Saat matahari mulai tergelincir, aku turun ke jalanan menuju masjid-masjid. Satu per satu kumasukkan uang ke dalam kotak amal, aku juga menyapa marbot.

“Assalamu’alaikum, pak. Kalo masjid ini mau direnovasi, hubungin saya di nomor ini ya? Saya mau ikut bantu-bantu.” Kurang lebih seperti itu aku menitip pesan pada setiap marbot masjid.

Sebelum pergi, aku mengecek handphone-ku dulu. 

“Assalamu’alaikum, besok jadiin kuy.” Adel berkicau.
“Wa’alaikumussalam, ayo, kakak besok free.” Balas kak Kirana.
“Ayo, jadiin, besok libur 'kan? Gas lah.” Aku ikut terlibat dalam obrolan.

Bersambung...


Waduh, si Manda mau kemana tuh? Pantengin terus cerbungnya ya.. Sekian. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar