Cari Karya

Selasa, 29 Mei 2018

Ramadhan Bersama Manda #13

Mentoring Reuni (?)


Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Hayo, siapa yang penasaran si Manda mau kemana? Cung Cung 🙋 Kita lanjut aja ya, selamat membaca.


Sebelum pergi, aku mengecek handphone-ku dulu. 

“Assalamu’alaikum, besok jadiin kuy.” Adel berkicau.
“Wa’alaikumussalam, ayo, kakak besok free.” Balas kak Kirana.
“Ayo, jadiin, besok libur 'kan? Gas lah.” Aku ikut terlibat dalam obrolan.

Sampai di rumah, waktu menjelang adzan Maghrib. Aku langsung berkumpul di meja makan. Semua sudah di kursi masing-masing.
Malam ini rutinitas keluarga berjalan lebih khidmat dari biasanya. Entah bagaimana kedua adik kecilku tidak saling berebut mainan. Yang besar juga tidak memperebutkan jam main laptop. Usai shalat Isya’ aku masuk ke kamarku, melibatkan diri dalam obrolan di grup mentoring. Belum ada lagi yang melanjutkan percakapan, aku memulai.

“Besok dimana kak? Jam berapa?”
“Jam 10 gimana?” kak Kirana selaku mentor bertanya.
“Aku ngikut aja kak, besok free juga.” 
Tidak ada yang membalas, aku menutup handphone-ku. Seperti biasa, aku menyambung tilawahku.

Pukul 21:00. Aku menghentikan tilawahku sejenak, mengecek kabar terbaru di grup mentoring. Grup berisi 20+ chat. Aku membaca saksama. Semua setuju jam 10. Dina, teman rohisku yang lain menyarankan mentoring di kafe lain. Kompak, kami semua setuju. Aku ikut berkomentar.

“Akhirnya ya, setelah sekian lama kita sibuk dengan urusan dunia masing-masing. Kini kita dipersatukan kembali setelah hampir 3 bulan untuk urusan akhirat.” 

Teman-teman berkomentar dengan emoticon jempol dan kalimat-kalimat setuju. Setelah kuingat-ingat kembali, terakhir mentoring aku tidak bisa hadir karena diklat OSIS. Itu berarti mentoring terakhirku sebelumnya lagi. Hampir empat bulan! Tidak bisa kupercaya. Padahal di lingkaran mentoring inilah kita bisa meningkatkan keimanan.

Aku kembali merenungi khilafku. Aku selalu menjadi pionir dalam setiap agenda mentoring, tapi saat waktu dan tempat ditentukan, malah aku yang pertama tidak bisa hadir. Baiklah, aku harus lebih memprioritaskan agenda mentoring.

Fajar kembali menyapa. Aku baru saja menyelesaikan santap sahur saat pemberitahuan imsak dari siaran televisi.

“Sayang, kamu tau penjual rok yang bagus gak? Langganan mama pulang kampung.” Ibu bertanya saat aku selesai berwudhu untuk shalat Shubuh.

“Ada ma. Mama mau warna apa? Kebetulan nanti aku ketemu dia.”

“Susah jelasinnya, kamu ada palet warnanya gak? Atau foto contoh roknya?”

“Ada di hp, ma. Abis shalat aja ya, papa udah selesai wudhu tuh.” Aku memberitahu.

Selesai shalat Shubuh, ibu mengikutiku ke kamar. Aku menunjukkan contoh rok-roknya.

“Nah, yang ini nih, Man.” Mama menunjuk rok warna lavender.

“Lavender?”

“Iya. Mama bingung nama warnanya, bukan ungu tapi juga bukan pink.” Ibu menceritakan.

“Emang buat apa sih, ma?”

“Acara bagi-bagi ta'jil gitu dari ibu-ibu masjid. Nah, dresscode-nya boleh pink boleh ungu. Setelah mama cari-cari, adanya atasan warna lavender, roknya gak ada, ya udah mama nanya ke kamu.” Aku mengangguk takzim.

Aku menelepon kak Kiran — panggilan akrabku dengan kak Kirana. Menanyakan apa rok warna lavender sedang ready stock. Sisanya, kami mengobrol ngalor-ngidul sampai matahari terbit. Kami bicara tentang sulitnya mengajak kumpul para anggota sampai banyaknya pengurus osis yang mulai berpacaran.

Hari ini tanggal merah, hari libur nasional. Mentoring dimulai pukul 10:00, masih ada waktu tiga jam lebih. Masa yang panjang aku manfaatkan untuk tilawah.

Lelah bertilawah, aku melarikan diri ke laptop. Kubuka Microsoft word, mulai menulis untuk dipublikasikan di blog pribadi, beribadah melalui tulisan inspiratif nan bermanfaat. Satu dua huruf, satu dua kata, satu dua kalimat. Dalam waktu singkat, aku menyelesaikan satu paragraf, dilanjut paragraf-paragraf berikutnya. Ide berputar-putar dipikiranku. Tak butuh waktu lama, artikel mengenai shaum selesai. Artikelku dilengkapi pula dengan data-data dari kajian di Islamic center kala itu.

Selesai. Aku menyiapkan diri untuk mentoring. Blus abu-abu muda dengan pita abu-abu tua di lengan, dengan rok motif strip hitam dan abu-abu tua, dilengkapi khimar hitam polos. Aku siap berangkat.

“Hari ini akan jadi mentoring reuni” pikirku dalam hati sambil tertawa kecil.

Sampai di tempat, baru kak Kirana yang datang. Sembari menunggu, kami bertilawah masing-masing. Satu jam berlalu cepat, belum ada yang datang lagi. Kami mengobrol ringan sebentar, sampai akhirnya ada lagi yang datang.

“Baru segini?” Hany bertanya.
“Gatau deh.” Aku menjawab ringan.
“Ya udah, kita mulai dulu aja.” Kak Kirana memutuskan memulai.

Mentoring dibuka dengan bismillah dan dilanjutkan tilawah secara bergilir. Mentoring berlangsung dengan khidmat, sesekali aku melirik ke pintu kafe, barangkali ada lagi yang akan memenuhi kursi sampingku. Embusan angin yang keluar dari ac kafe menciptakan suasana mentoring yang lebih nyaman.

“Ok. Hmm, hari ini kita sharing-sharing aja ya? Mungkin ada yang perlu diceritakan atau ditanyakan.” Kak Kirana mempersilakan.

Aku dan Hanny secara bergantian bercerita. Mulai dari anggota rohis yang jarang datang. Bagaimana solusinya? Sampai hal-hal rumit mengenai perkuliahan. Kak Kirana juga menceritakan pengalamannya saat berganti jenjang sekolah.

Adzan Dzuhur mengingatkan kita untuk mengakhiri mentoring. Usai mentoring, Kak Kirana menyerahkan rok pesanan ibu. Aku bahkan hampir lupa. Segera kukeluarkan uang sejumlah harga rok, kak Kirana juga menyerahkan novel Habiburrahman El Shirazy yang ingin kupinjam.

Walau mentoring reuni yang kuidamkan tak terwujud, entah kenapa aku merasa lapang. Apa ini yang namanya sukses mentoring? Sebuah ketenangan batin yang membuncah riang.

Sampai di rumah, aku menyerahkan rok lavender milik ibu. Ibu sedang menulis sesuatu.

“Ma, nulis apa?” Manda bertanya penasaran.

Bersambung...


Ea..ea..ea.. ada yang penasaran sama kelanjutan ceritanya? Ditunggu ya. Sekian dulu aja ya. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar