Cari Karya

Selasa, 22 Mei 2018

Ramadhan Bersama Manda #6

Menjunjung Tinggi Nilai Kejujuran


Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh everybody.. Sebelumnya, aku mau ngasih tau perubahan judul cerbungnya ya, dari "Manda di Ramadhan" jadi "Ramadhan Bersama Manda". Ok, lanjut baca lagi ya, isi ceritanya masih sama kok, jadi ga perlu khawatir. Stay tune..


Sebelum beranjak pergi dari masjid, Manda melihat agenda yang rutin ia susun. Manda terperanjat kaget, tak percaya ia bisa melupakan agenda penting seperti itu. Alhasil, Manda bergegas menuju tempat parkir, membawa motornya melesat menuju ke rumah.

Sampai di rumah, ia langsung berlari-lari kecil ke kamarnya. Manda mengambil beberapa buku tebal dan besar sampai dengan yang tipis nan kecil. Manda benar-benar lupa. Besok merupakan hari pertama penilaian akhir tahun di sekolahnya, dan dia belum banyak belajar.

Ia segera membuka beberapa buku halaman sekaligus. Bu Lisa — ibu Manda yang melihat anaknya terburu-buru saat sampai rumah, sekarang tengah bersandar di ambang pintu, melihat anak gadisnya belajar.

“Besok kamu ulangan?” tanya Bu Lisa.
“Iya ma.” Manda menjawab pendek.
“Mama belum ngantuk, kamu mau mama buatin minuman gak? Bawain cemilan gitu?”
“Jus jeruk aja ma, cemilannya terserah mama.”
“Tunggu sebentar ya.” Manda mengangguk.

15 menit berlalu. Manda sudah mencatat beberapa poin penting di buku khusus rangkuman materi. Manda terus membaca dan mencatat. Tak lama waktu berselang, bu Lisa datang membawa nampan berisi segelas besar jus jeruk dan sepiring keripik singkong.

Bu Lisa meletakkan nampan di atas lemari rak tak jauh dari meja belajar, dan segera meninggalkan kamar tak ingin mengganggu. Manda mengambil sebagian buku di atas meja, lantas meneguk jus sedikit. Ia mengambil sepiring singkong, membawanya ke ranjang.

Manda mengganti suasana belajar yang menurutnya lebih nyaman. Ia mulai tengkurap di kasurnya. Belajar sembari memasukkan keripik singkong ke dalam mulut satu persatu. Tak peduli bagaimana nanti kamarnya bisa menjadi sarang semut baru, mengerubungi remah-remah keripik.

Bulan sabit menggantung di langit malam. Tampak indah menembus balkon kamar. Satu dua bunyi jangkrik menemani kesunyian malam. Manda larut dalam lelap. Sempat tersadar, ia segera membenahi perlengkapan belajarnya. Tak lupa, ia menyiapkan peralatan ujian besok. Papan ulangan, kartu ujian, alat tulis, dll. Siap. Manda langsung menghempaskan tubuhnya ke kasur.

Esoknya lepas sahur dan sholat Shubuh, dia kembali belajar. Jam masuk sekolah diubah karena bulan Ramadhan. Masuk pukul 07:30. Masih ada waktu dua jam lebih. Manda memilih balkon rumah sebagai tempat belajarnya, hangatnya mentari menusuk lembut saraf-sarafnya.

Waktu berlalu cepat. Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 06:30. Manda bergegas bersiap-siap berangkat sekolah. Tanpa sarapan rutin sebelum memulai hari, Manda melesat di jalanan, ikut memenuhi ramainya jalanan ibu kota.

Hiruk pikuk kesibukan sebelum ulangan memenuhi koridor sekolah. Bahkan, di dalam kelas, teman-temannya juga sibuk belajar, persis seperti yang lain.

“Man.. kamu udah belajar bab cerpen belum? Tau gak sih, katanya itu masuk ke ulangan juga. Ya ampun, tuh guru 'kan belum pernah kita ngajarin bab itu.” Teman Manda — Dina mencerocos sesaat setelah Manda duduk di kursinya.

“Gue baru sampe loh Din. Tapi, seriusan bab itu masuk?”

“Iya. Ajarin dong, lu kan suka nulis cerpen di blog lu.”

“Ye.. gue mah nulis cerpen, nulis cerpen aja, ngalir.” Manda mengelak permintaan itu.

“Ya udah, kita belajar bareng aja.” Manda mengangguk, menyusul Dina menuju kursinya.

Lalu lalang orang keluar-masuk semakin banyak. Satu dua membawa buku pelajaran, lebih banyak lagi yang baru datang membawa tas mereka. Beberapa anak di sudut kelas bahkan sibuk berdiskusi.

Bel berbunyi nyaring, membubarkan anak-anak yang sedang belajar. Manda kembali melihat catatan yang aku buat semalam, mengulang sekali lagi. Saat pengawas ujian masuk kelas, Manda memasukkan catatannya ke dalam tas, lantas mengeluarkan perlengkapan ujian.

Ulangan pun dimulai. Pengawas membagikan lembar jawaban, disusul lembaran soal. Manda mulai mengisi identitas diri. Kesenyapan mulai menghinggapi dinding-dinding kelas. Ia mulai mengisi soal-soal.

“Sst.. nomor lima dong.” Manda menengok sekilas.

Ternyata bukan Manda yang dipanggil, tapi murid kelas sepuluh di sebelahnya. Kebiasaan itu lagi, apalagi jika bukan mencontek. Kebiasaan itu seperti sudah menjadi tradisi rutin dan turun temurun, tak terelakkan, dan sudah mendarah daging pada sebagian besar masyarakat Indonesia.

Lain halnya dengan Manda. Dia tetap berpegang teguh pada prinsipnya untuk tidak pernah mencontek. Bukan hal mudah memang, di tengah orang-orang yang dengan mudah membagi-bagi jawabannya. Sekali dua kali, ia bahkan mendapatkan nilai ujian terendah di kelas.

Masing-masing saling memanggil temannya yang sudah mengisi soal, menambahkan kebisingan ruangan. Sudah tak terhitung berapa kali pengawas menegur. Beruntung, ia dikelilingi teman-teman yang menghargai prinsipnya. Bahkan teman-temannya juga ikut jujur dalam ulangan, walaupun terkadang tetap melakukan di saat terpaksa dan ada kesempatan.

Bel berbunyi, pertanda ujian selesai. Sebagian kecil temannya sudah mengumpulkan jawaban, Manda menyusul maju, mengumpulkan jawabannya.

Tak terasa, sudah tiga ulangan ia jalani hari ini. Jam tangan menunjukkan pukul 14:00 tepat. Manda belum mau pulang, ia memilih pergi ke masjid sekolah. Tak disangka, ternyata ada kakak kelas 12 di sana, anggota rohis sama seperti Manda. Manda menanyakan kabar sebentar, lalu mulai bicara ke inti permasalahan.

“Kak, gimana sih kak cara sukses kakak bisa diterima di SNMPTN?”

“Ya, sama kayak yang lain, belajar, ngerjain tugas guru, dengerin guru ngomong. Tapi ada kunci suksesnya menurut versiku nih.” Kak Rina menggoda, menutup-nutupi.

“Apa kak?” tanya Manda penasaran.

“Jujur. Mungkin awalnya gak gampang, banyak godaannya. Tapi percaya aja, Allah gak tidur, dia tau mana yang jujur mana yang enggak. Kalo kamu jujur, insyaallah kamu bisa kok dapet PTN inceran kamu. Tapi, kalo nanti kamu udah jujur tapi kamu gak diterima di pilihan yang kamu pengenin, mungkin emang itu udah takdir Allah, seenggaknya kamu udah usaha 'kan?” Manda mengangguk paham.

Senyumnya mengembang bahagia. Ia merasa mendapat suntikan motivasi untuk terus melanjutkan prinsipnya, berlaku jujur. Manda izin pulang lebih dulu, bergegas untuk belajar pelajaran lain.

Ia melihat notifikasi chat dari ibunya, ia membuka pesan tersebut. Permintaan ibu-ibu pada umumnya. Manda banting setir ketika motornya melaju, pergi ke tempat lain.

Bersambung...


Sekian.. wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh 😊

Tidak ada komentar:

Posting Komentar